MEDAN - Parade Bhineka Tunggal Ika yang berlangsung di Jakarta pada Sabtu, 19 November 2016 kemarin mendapat sorotan dari media luar negeri. Aksi ini disebut sebagai ajakan untuk menjaga persatuan Indonesia di tengah kondisi politik dan isu agama yang memanas. Namun, media - media Barat tersebut cenderung menyudutkan umat islam melalui tulisannya. Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (LHKP - PWMSU), Shohibul Anshor Siregar angkat bicara. Ia mengungkapkan, hal pertama yang dapat disimpulkan dari sikap media Barat terhadap kasus ini ialah pembingkaian (framing) hingga sangat terkesan menjadi fenomena 'maling teriak maling'. "Parade Bhineka Tunggal Ika yang berlangsung di Jakarta, Sabtu 19 November 2016 secara kebetulan bertepatan dengan hari jamban sedunia (world Toilet Day) dan tanggal pelantikan Ahok menjadi Gubernur DKI menggantikan Jokowi yang menjadi Presiden setelah memenagi pilpres," ungkap Shohib di Medan, Senin, (21/11/2016).

Lanjut dikatakan akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini, pokok masalahnya adalah Ahok menista agama Islam, dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Dengan menyebut acara itu sebagai Parade Bhinneka Tunggal Ika, selain sebagai reaksi atas Aksi Damai Nasional Terbesar 4 November 2016 (ADNT411), juga seakan menuduh bahwa ADNT411 adalah anti kebhinnekaan. Padahal ADNT411 diikuti juga oleh non-muslim yang menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada ADNT411 adalah upaya memeihara kebhinnekaan Indonesia yang terganggu oleh karena perilaku seseorang," ujarnya.

Sekretaris Umum Majelis Pimpinan Pusat Parsadaan Luat Pahae Indonesia (MPP - PLPI) ini menyebutkan, semua pihak sama-sama mengakui bahwa ADNT411 sangat membanggakan. Termasuk ketika secara implicit Presiden Jokowi berbicara tengah malam di Istana. "Media - media ini tentu saja perlu berimbang dengan, misalnya, mengutip secara utuh ucapan Presiden Jokowi, Panglima TNI dan saya kira juga Kapolri. Tidak ada nada yang mengungkapkan semacam kutukan terhadap ADNT411. Semua memuji tertib dan santunnya ADNT411,"sebut Shohib.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD - IMM) Sumut priode 1986 -1988 ini mencontohkan beberapa kasus penistaan agama yang pernah ada di Republik ini. "Mungkin bisa juga dihadapkan dengan ungkapan protes keras dari Permadi yang dulu pernah menjadi anggota DPR-RI dari PDIP. Dalam video yang dapat dilihat pada tautan https://www.youtube.com/watch?v=hKexNf1jm8Q, Permadi antara lain bertutur:

'Saya pernah dituduh melakukan penistaan terhadap agama Islam. Saya langsung ditangkap, ditahan, sebelum diperiksa. Arswendo pernah dituduh menghina agama Islam. Langsung ditangkap, ditahan, sebelum diperiksa. Lia Aminuddin juga begitu, dan puluhan orang yang dituduh melakukan penistaan agama langsung ditangkap, langsung ditahan, langsung diadili, langsung dipenjara, termasuk saya.

Kami yang pernah ditahan itu pribumi semua. Sementara Ahok non pribumi. Kenapa gak ditahan? Itulah sebabnya saya menuntut perlakuan yang sama antara Ahok dengan kami yang pernah ditahan. Kami menutut keadilan kepada Kapolri supaya Ahok segera ditahan. Kalau tidak, saya tetap menganjurkan semua rakyat Indonesia 'mari berdemo menuntut Ahok ditahan'," kata Shohib mencontohkan pernyataan Permadi.

Pada bagaian akhir, Shohib menyatakan keraguannya terhadap prinsip pers media - media Barat tersebut. "Saya meragukan prinsip dasar pers yang dipegang oleh media-media Barat yang memberitakan kejadian sangat bertentangan dengan fakta," pungkas Shohib.

Sebelumnya, Parade Bhineka Tunggal Ika yang berlangsung di Jakarta pada Sabtu, 19 November 2016 kemarin mendapat sorotan dari media luar negeri. Aksi ini disebut sebagai ajakan untuk menjaga persatuan Indonesia di tengah kondisi politik dan isu agama yang memanas.

Dalam pemberitaannya, ABC News menyebutkan, aksi tersebut dilakukan tiga hari setelah polisi menetapkan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.

Dalam berita tertanggal 19 November 2016 tersebut disebutkan, seorang demonstran meninggal dunia dan lusinan lain terluka setelah terjadi kerusuhan pada demo sebelumnya, 4 November 2016. Mereka juga menyebut adanya ancaman protes yang lebih besar jika Ahok tidak dipenjara. "Front Pembela Islam (FPI), sebuah kelompok yang ingin menerapkan syariat Islam di Indonesia menuntut penangkapan Ahok setelah beredar video secara online tentang satu bagian dalam Alquran yang bisa ditafsirkan sebagai larangan bagi umat Islam untuk memilih nonmuslim sebagai pemimpin. Gubernur telah meminta maaf atas pernyataan tersebut," tulis ABC News.

Sementara, the Straight Times dalam laporannya, 10 ribu orang berkumpul di pusat kota Jakarta, pada Sabtu 19 November 2016 untuk mengampanyekan pluralisme dan mengajak masyarakat agar tidak terbelah karena politik. Persatuan disebut sebagai modal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan berlangsung 15 Februari mendatang.

Media ini menyebut FPI sebagai kelompok garis keras yang menginginkan Ahok dipenjara karena kasus dugaan penistaan agama. Dituliskan pula klaim Basuki yang menilai peristiwa itu merupakan politisasi untuk menghambat partisipasinya sebagai calon gubernur Jakarta. The Straight Times memperkirakan demonstrasi 4/11 diikuti sekitar 100 ribu orang.

Sebagian dari peserta demonstrasi 4/11 disebut sebagai orang bawaan, yang ditandai dengan adanya kerusuhan. Media ini juga mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo tentang adanya aktor politik dalam aksi tersebut. "Penyelenggara acara menyarankan peserta memakai pakaian merah-putih untuk mencermikan bendera nasional, atau memakai kostum nasional. Tidak ada yang boleh membawa bendera atau spanduk yang mewakili organisasi, kelompok, atau partai politik tertentu," tulis the Straight Times tentang Parade Bhineka Tunggal Ika, pada akhir laporannya.