MEDAN - Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (LHKP - PWMSU), Shohibul Anshor Siregar meyakini, unjuk rasa pada 4 November 2016 yang direncanakan oleh aktivis umat Islam melibatkan jumlah besar - besaran dari semua level, rasanya tidak mungkin anarkis dan itu sudah ditunjukkan dengan contoh demo sebelumnya.  Demikian dikatakan Shohibul Anshor, Rabu (2/11/2016), menanggapi isu yang berkembang akan adanya potensi kerusuhan pada demo umat Islam anti penistaan agama.

Namun, akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini menyesalkan sikap negara yang seolah melindungi pelaku penistaan. Ia berpendapat, kalo betul - betul negara ini rechstart gak usah memiliki apologi - apologi yang lain yang sangat mudah dibaca oleh umat. Perselingkuhan yang tidak pantas.

"Mengapalah pemerintah harus menunggu gelombang besar massa seperti ini dengan pemuncakan kebencian yang sasarannya tidak hanya persoalan Ahok," sesal Shohib.

Ia menyebutkan, akumulasi kekecewan itu bisa menyasarkan kepada yang lain. Orang mempreteli macam - macam ketidakberesan di sini, termasuk soal cangkul yang diimpor di sebuah negara agraris yang dikenal oleh dunia dan mestinya menjadi raja pangan dunia hari ini. 

"Haruskah dengan ramai - ramai unjuk rasa seperti itu baru hukum tegak? Itu pertanyaan umat. Okelah kalo itu maunya, kita tantang. Kan kurang lebih begitu logikanya ini," katanya mempertanyakan.

Oleh karena itu, ia melanjutkan, ini bisa berhenti, tak jadi unjuk rasa kalo besok diumumkan terus Ahok kita periksa segera dan transparan pemeriksaannya. Jangan ada perselingkuhan lagi di situ. 

"Karna itu, kecurigaan - kecurigaan berlebihan apalagi yang memojokkan umat Islam itu tidak etis dan sangat tidak memahami luka yang dalam di hati umat islam yang begitu baik dan berkorban selama ini," imbuhnya.

Kandidat Doktor dari Universitas Airlangga Surabaya ini menganggap istana lupa bahwa persoalan ini bukanlah persoalan Pilkada. "Gak ada urusan pilkada DKI. Gak ada. Kalo bagi parpol, elit politik ada urusan, tapi ini bukan kendali parpol. Bukan urusan siapa mau dapat suara, pasangan mana, tidak," katanya sembari menambahkan Jokowi dan timnya dari istana juga memiliki sebuah cara berfikir yang baginya aneh. Hari ini dipublikasi di media, beliau naik kuda bersama pak Prabowo.

Berketepatan musim pilkada, ungkap Shohib, wajar kalau ada pihak yang menumpang dalam kasus ini. "Nah, wajar saja ini pasangan - pasangan itu mencoba mencuri perhatian umat supaya didukung dan otomatis dianggap sebagai bagian dari perjuangan ini. Umat islam sangat sadar itu," katanya.

Ahok Diadili, Selesai Persoalannya Ahok sebagai orang yang sangat banyak menista Islam dianggap adalah musuh Islam. Untuk membuktikan bahwa dia bukan musuh Islam, lakukanlah peradilan itu. Berbagai macam program yang dikendalikannya di DKI diketahui oleh umat dan membuat rasa sakit hati dan curiga yang mendalam bukan hanya kepada Ahok tetapi lebih kepada pemerintah.

"Seolah - olah, Pilpres yang lalu itu adalah sesuatu lanjutan dari konspirasi politik. Ketika Jokowi yang dianggap tidak begitu apa - apa dipasangkan dengan Ahok yang sesungguhnya mau diorbitkan adalah Ahok melalui media dan jembatan Jokowi," terang Shohib. 

Terakhir ia menyebutkan, dugaan - dugaan ini terlanjur dan harus diklearkan. Yang mengklearkan ini bukan lurah, kepling, kepala desa, walikota, camat, Panglima TNI apalagi senjata. Give them some trust. Itu intinya. 

Selain itu, jika Ahok juga tidak diperiksa Mabes Polri umat akan beraksi. Mereka akan bertarung untuk menyatakan sebuah perjuangan jihad. Jihad itu bisa diartikan macam - macam. Jihad itukan bersungguh - sungguh. Dan ada yang sudah rela berkorban nyawa karena ini dianggap sebagai sebuah tantangan yang sangat berat bagi eksisitensi islam di Indonesia. Seseorang melakukan penistaan terhadap islam tau - tau dianggap tidak apa - apa. Dalam keadaan seperti itupun dia masih melawan - melawan. Gak ikhlas dia. Bahkan diguruinya orang, didiktenya orang tentang agama orang. 

"Setelah itu dibikinnya penjelasan kalau Ahok tidak menjadi Gubernur, berarti Bhineka Tunggal Ika belum terlaksana di Indonesia. Sok kali dia ini. Sombong kali dia ini. Apakah Ahok menjadi tolok ukur kebangsaan di Indonesia? Ini tidak bisa ditolerir," tandas Shohib.