MEDAN - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumatera Utara mulai besok, Selasa (1/11/2016), akan tutup dan tidak akan menerima pengaduan lagi dari masyarakat. Hal ini, sebut Ketua KPAID Sumatera Utara Zahrin Piliang, berhentinya aktivitas KPAID Sumut dikarenakan anggaran operasional mereka hingga saat ini belum dicairkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).

? "Karena hal tersebut kami terpaksa hentikan pelayanan penerimaan pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan hak anak, karena anggaran kami tidak jelas nasibnya," kata Zahrin saat memberikan keterangan pers di Kantor KPAID Sumut, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan, Senin (31/10/2016) sore.

Di dampingi komisioner lainnya seperti Muslim Harahap, Zulfikar El Ridho dan Elvi Hadriany, Zahrin menjelaskan, anggaran yang semula dimasukkan dalam APBD 2016 sebesar Rp 1 miliar. Namun hingga saat ini belum bisa mereka gunakan untuk kegiatan operasional. Padahal, sejak April 2016 lalu mereka sudah mengajukan pencairan, namun Pemprovsu justru mengatakan bahwa dana KPAID yang dialokasikan dalam bentuk dana hibah tersebut tidak bisa dicairkan. 

"Alasan mereka karena kami tidak boleh menerima dana hibah selama dua tahun berturut-turut seperti yang berlaku pada ormas dan LSM. Padahal kami ini kan bukan ormas atau LSM," terang Zahrin.

Zahrin mengaku heran dengan alasan Pemprovsu untuk tidak mencairkan anggaran operasional mereka. Padahal, menurutnya, KPAID Sumut tidak sama dengan ormas maupun LSM. "Kami beda, kami dibentuk berdasarkan undang-undang dan Perda Sumut No 3 tahun 2014. Sehingga operasional KPAID ditanggung provinsi, tapi nyatanya kami disamakan dengan LSM," ujar Zahrin.

Menurut Zahrin, KPAID Sumut selama 2016 ini menangani 213 kasus yang sebagian besar didominasi oleh kasus pelecehan seksual terhadap anak dan kasus perebutan hak asuh terhadap anak akibat perceraian orang tua.

Sebagian besar kasus tersebut masih dalam proses di persidangan dan belum diputuskan. Namin, dengan ditutupnya KPAID, maka KPAID Sumut akan menyerahkan seluruh berkas kasusnya kepada Pemprovsu.

"Besok akan kita serahkan kepada mereka kasusnya ini, terserah Gubernur mau ditaruh kemana," sebut Zahrin.

Berdasarkan data yang diperoleh, mengenai penutupan ini bukan yang pertama kali terjadi di Sumatera Utara. Tahun 2015 lalu kasus serupa juga terjadi dimana persoalan anggaran membuat aktivitas pelayanan masyarakat tidak bisa dilakukan.

"Hal ini menunjukkan Pemprovsu tidak serius dalam melindungi hak anak," tutup Zahrin