JAKARTA - Penanganan kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Riau menunjukkan kinerja Polri masih jauh dari harapan. Polri di bawah pimpinan Jenderal (Pol) Tito Karnavian harus mendorong sikap profesional dalam menangani kasus hukum.

Ruang Panitia Kerja Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhhutla) Komisi III DPR RI menjadi saksi bisu atas 'pengadilan' terhadap tindakan Polri yang belum profesional dalam penanganan kasus Karhutla di Provinsi Riau.

Panja Karhutla Komisi III DPR RI pada Kamis (27/10/2016) mengundang Kapolda Riau Brigjen (pol) Zulkarnain Adinegara serta dua mantan Kapolda Riau Brigjend (Pol) Dolly Bambang Hermawan dan Brigjend (Pol) Supriyanto. Tidak hanya itu, Panja juga menghadirkan sejumlah penyidik dalam kasus Karhutla Riau.

Ketua Panja Karhutla Komisi III DPR RI Benny K Harman saat menggelar tanya jawab dengan penyidik AKBP Arif Rahman terungkap dalam penanganan kasus Karhutla di Provinsi Riau tidak dilakukan secara hati-hati.

Seperti saat penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan di Riau yang menyalahi elemen penting dalam hukum acara pidana. Seperti penerbitan SP3 yang tidak didahului dengan penetapan tersangka serta tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak Polri ke pihak Kejaksaan.

Benny K Harman bertanya ke penyidik apakah saat dilakukan penyidikan terhadap 15 perusahaan tersebut telah ada yang menjadi tersangka? Saat mendengar pertanyaan tersebut, penyidik dengan lugas menjawab "Belum ada tersangka, tapi baru tahapan penyidikan dan belum ada SPDP nya," ujar Arif.

Penyidik juga menjawab pertanyaan Benny K Harman saat ditanya tentang apakah kasus tersebut digelar di Kejaksaan. Menurut penyidik, pihaknya tidak melakukan gelar perkara di Kejaksaan. Namun penyidik menyebutkan gelar perkara melibatkan fungsi-fungsi di Polri. "Yang hadir dari Propam Riau, Divisi Hukum dan Pengawasan," tambah penyidik.

Mendengar sejumlah jawaban yang disampaikan penyidik dalam kasus Karhutla Riau, Ketua Panja Benny K Harrman tampak kesal. Dia heran mendengar ada penerbitan SP3 namun tidak ada tersangkanya. "Ini mematikan semut pake bom. Masa gak ada tersangka dihentikan penyidikan, apa maksudnya," tanya Benny keheranan.

Sementara dalam kesempatan yang sama angggota Panja Karhutla Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai penanganan kasus Karhutla dilakukan dengan cara yang janggal. Dia menilai ada yang disembunyikan dalam penanganan kasus ini. "Ada ketidaktransparanan dalam penanganan kasus ini. Sengaja ditutupi dari publik," tuding politisi PDI Perjuangan ini.

Dia menguraikan sejumlah tindakan tidak profesional ditunjukan Polri dalam menangani kasus kebakaran hutan di Riau. Dia menguraikan sejumlah kejanggalan yang dimaksud seperti tidak adanya SPPD, tidak adanya tersangka, serta keterangan ahli yang tidak kompeten. "Ini Polri Indonesia atau polisi cukong?" ujar Masinton geram.

Dia menyebutkan salah satu perusahaan yang diganjar SP3 oleh Polri ternyata memiliki jejak rekam yang tidak bagus. Dia menggugat profesionalsime Polri dalam menangani kasus Karhutla di Riau. "Dimana profesionalisme polri. Saya usul dalam rekomendasi kita, dipecat saja," tandas Masinton.

Sementara anggota Panja Karhutla Komisi III DPR RI Wenny Warouw mengatakan setelah DPR menggelar reses pada pertengahan November mendatang, Panja mengagendakan memanggil perusahaan-perusahaan yang diduga terlibat serta sejumlah penyidik yang menangani perkara tersebut. "Kami mau panggil lagi seluruh perusahaan kita panggil kemudian ada beberapa orang lagi penyidiknya belum kita panggil," ujar politisi Partai Gerindra ini.

Menurut dia, pihaknya akan merekomendasikan kepada Kapolri terhadap penyidik yang menangani kasus Karhutla itu untuk dipindahtugaskan dan diperiksa secara mendalam. "Kita rekomendasikan pada Kapolri penyidik itu harus pindah, penyidik itu harus diteliti, penyidik itu harus diperiksa," tandas Wenny. ***