TAPANULI SELATAN - Meski Dinas Kehutanan Provinsi Sumut menegaskan kepada para pelaku pengerjaan hutan di wilayah Tapsel untuk menghentikan aktivitasnya di kawasan tersebut, namun hal ini tidak direspon. Pasalnya, sejumlah kegiatan dan pengalihfungsian kawasan tersebut masih terus terjadi.

Kondisi ini pun menjadi sorotan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut, Dana Prima Tarigan. Menurutnya, Indonesia saat ini dalam kondisi rawan bencana ekologis. Seperti bencana yang baru-baru ini terjadi di wilayah Garut, Jawa Barat. Hal itu diduga kuat dikarenakan kondisi hutan di bagian hulu, sudah habis. "Pemerintah harus membuka mata, dan segera melindungi hutan (yang ada)," ucapnya saat dihubungi baru-baru ini.

Dana mengingatkan agar masyarakat, pejabat dan pengusaha setempat, jangan hanya melihat hutan sebagai sumber uang. Namun harus menganggap hutan sebagai sumber kehidupan. "Jika hutan dialihfungsikan dan dibabat seperti yang ada di wilayah Tapsel, jadi tinggal menunggu bencana datang," ujarnya.

Untuk itu, Dana meminta, agar penguasaan dan segala aktivitas yang ada di kawasan hutan tersebut agar secepatnya dihentikan. "Review semua ijin di kawasan, dan kita mendesak kepada aparat penegak hukum untuk menangkap pelaku kejahatan kehutanan yang merubah alih fungsi hutan tersebut," Tegasnya.

Sebagaimana yang diketahui, sejak Mei 2016 lalu, sejumlah petugas dari Dishut Provinsi Sumut turun ke wilayah Tapsel untuk melakukan pendataan dan inventarisasi kawasan hutan yang ada. Hasilnya, lebih dari 300 hektare kawasan hutan beralih fungsi tanpa ada dokumen yang jelas.

Mirisnya, sebagian dari para pelaku pengerjaan kawasan hutan tersebut ada oknum pejabat, DPRD, pengusaha hingga aparat. Namun sayangnya, hingga kini tidak ada kejelasan hukum dan perkembangan kasusnya. Seperti di wilayah Aek Sabaon, kawasan hutan itu sudah 'disulap' menjadi tempat rekreasi dengan alasan akan dijadikan sebagai kawasan hutan wisata.