JAKARTA - Indonesia merupakan salah satu pemrakarsa inisiatif Open Government Partnership (OGP). OGP ini merupakan inisiatif banyak pihak yang berfokus untuk meningkatkan pemerintahan yang transparan, akuntabel dan responsif dalam melayani publik.

Presiden Joko Widodo sudah bulat tekad menerapkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan demi meningkatkan akuntabilitas pemerintahannya.  Untuk mengejar level akuntabilitas paling tinggi dan demi meraih legitimasi publik secara hakiki, Pemerintahan Presiden Joko Widodo menerapkan sistem pemerintahan elektronik atau e-government (e-Govt), mulai dari e-budgeting, e-procurement, e-audit, e-catalog, sampai cash flow management system.

Korpri pun menyambut baik semangat Presiden Jokowi untuk menciptakan pemerintahan yang transparan. Sebab, di era keterbukaan seperti sekarang ini tidak ada lagi yang bisa disembunyikan di kolong meja.

Apalagi, masyarakat pun mendesak adanya transparansi, akuntabilitas pelayanan publik, dan tata pemerintahan yang semakin kinclong. "Korpri mendorong agar para aparatur sipil negara terus beradaptasi dan mengakomodasi perkembangan teknologi informasi," kata Sekretaris Jenderal DPN Korpri, Bima Haria Wibisana.

Menurut Bima yang juga menjabat Kepala Badan Kepegawaian Negara, perubahan teknologi informasi (TI) ibarat ombak laut yang bergulung-gulung, dan susul menyusul. Sikap yang bijak bagi para aparatur sipil birokrasi untuk menghadapi perubahan itu, menurut Bima, bukan dengan berenang melainkan pandai-pandailah melakukan 'surfing' meniti ombak besar itu.

"Surf the wave! Kapitalisasi ombak besar tadi dengan mengubah proses pelayanan publik dari tradisional menjadi elektronis dan digital. Ini namanya mengubah tantangan menjadi peluang," ujar Bima yang karyanya yakni sistem CAT (computer assisted test) masih terus digunakan untuk menyaring CPNS di seluruh Indonesia.

Bima mengakui, pemerintah tak memiliki cukup energi apabila sendirian membangun transparansi. Harus ada partisipasi publik untuk menguatkan proses transparansi itu, misalnya melalui open source untuk menutup bolong atau backdoor yang memungkin para hacker masuk dan mengacak-acak sistem TI.

"Saya bersyukur ada open source yang banyak membantu sehingga semangat gotong royong saling menguatkan dalam memperlancar proses pelayanan publik secara elektronik," kata penyandang Masters in Management of Information System (MSIS) dari Chicago·Illinois CIT Department, AS.  

Korpri menurut Bima, juga mendorong kalangan pegawai negeri sipil di kementerian dan lembaga sebagai garda terdepan pelayanan publik, terus meningkatkan familiarity index atau indeks 'keterbiasaan' PNS terhadap teknologi informasi untuk mendongkrak kinerja pelayanan publik.

Bima mengatakan meskipun OGP merupakan tugas pemerintah untuk peningkatan pelayanan publik secara interaktif, namun Korpri bisa saja mengambil peran sebagai agen inisiatif OGP sisi identifikasi peningkatan kapasitas SDM. Hal ini pun sesuai dengan harapan Presiden Jokowi agar abdi negara terus berusaha memudahkan masyarakat mengakses pelayanan publik dalam bentuk sistem e-Govt.

Prinsip e-government yang berbasis penggunaan informasi dan teknologi komunikasi, pada dasarnya bertujuan meningkatkan kualitas proses layanan aparatur sipil kepada publik melalui sistem layanan online.  Manfaat langsung dari layanan online adalah pemangkasan biaya dan waktu serta meminimalisir kemungkinan terjadinya praktik korupsi dalam pelayanan publik yang dilakukan pemerintah.

Para ASN pun sudah banyak menelurkan contoh-contoh baik (best practices) sistem pelayanan masyarakat dengan platform e-government. Bahkan, dalam skala desa, e-Govt telah dirintis oleh Desa Panggungharjo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui Sistem Pelayanan Masyarakat Desa (Sipemdes).

"E-government baik di Pemda DKI maupun di Kelurahan Panggungharjo, terbukti membuahkan hasil nyata, terutama dalam efisiensi layanan," kata Presiden Jokowi yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta.

Para ASN Desa Panggungharjo telah menyadari dengan baik, bahwa e-government tidak berarti melulu urusan pelayanan yang kemudian justru bisa menghilangkan interaksi antara kantor desa dengan warga masyarakat. E-government mencakup juga urusan interaksi antarwarga masyarakat dalam konteks hubungan antara pemerintah dan warga.

Dalam pandangan Presiden, pemerintah yang transparan akan mampu mendorong partisipasi rakyat untuk terlibat dari proses pengambilan kebijakan publik. Apalagi ruang-ruang pengawasan publik akan terbuka lebih lebar lagi. Dengan begitu, pemerintah di semua tingkatan akan bisa membangun legitimasi, membangun memperkuat kepercayaan publik.

Inilah makna kontekstual Kebangkitan Nasional, yaitu membangun pemerintahan yang bersih, akuntabel, transparan dan berwibawa melalui e-government. Itulah yang ingin diwujudkan Presiden Jokowi. ***