PADANGSIDIMPUAN - Penemuan ladang ganja di kawasan Tor Sihite, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) memang bukan kali pertama. Namun, dari 18 Hektare ladang ganja yang terakhir ditemukan oleh prajurit Yonif 123/Rajawali pada awal September lalu, menunjukkan para pelaku yang merupakan sindikat semakin terjepit. Komandan Batalyon Infanteri (Danyonif) 123 Rajawali, Letkol Inf I Bagus Putu Wijangsa dalam obrolan ringan bersamanya baru-baru ini mengatakan, penemuan 18 ha ladang ganja yang tersebar di 9 titik di wilayah Tor Sihite Kabupaten Madina itu, berawal dari perintah Danrem 023/Kawal Samudera Kolonel Inf Richard Tampubolon untuk melaksanakan uji siap tempur (UST) atau latihan perang di rangkaian Tor Sihite Komplek pada awal September kemarin.
" Awalnya hanya untuk melakukan kegiatan UST atas perintah Danrem, gunanya untuk meningkatkan profesional prajurit di bidang pembinaan latihan," ungkap Danyon dan akhirnya menemukan sejumlah lokasi yang dijadikan tempat menanam ganja.
Dikatakan Danyon, untuk UST mulanya hanya direncanakan selama 4 hari saja, terhitung mulai 1 September hingga 4 September. Namun, setelah ia melaporkan adanya penemuan ladang ganja di sekitar lokasi mereka berlatih, Danrem memerintahkan untuk melanjutkan dengan mencari lokasi serta titik ladang ganja yang dicurigai masih banyak tersebar.

"Atas perintah Danrem juga, kami berhasil menemukan sebanyak 18 hektare ladang ganja di 9 titik yang tersebar di Tor Sihite, yang kami jadikan sebagai lokasi latihan," sebutnya yang akhirnya sampai 8 hari berada di lokasi Tor Sihite.

Dari 9 lokasi tersebut, Letkol Inf I Bagus Putu Wijangsa yang turun langsung memimpin penemuan ladang ganja itu mengaku cukup terkejut. Pasalnya, kesembilan titik ladang ganja itu, tempatnya saling berjauhan.

"Jarak tempuh dari satu titik ke titik lainnya bisa memakan waktu sekitar 6 jam melewati 5 Desa. Bukan itu saja, medan yang dilalui juga cukup terjal dan curam," ucapnya dan mengaku bangga serta salut atas semangat prajuritnya.

Apalagi tambah pria yang hobi bersepeda ini, selain medan yang sulit, kondisi cuaca sangat tidak mendukung. Namun, hasil yang dicapai sangat cukup memuaskan.

"Semua pakaian prajurit kering di badan, sebab kondisi cuaca saat diatas selalu hujan. Tapi, kami bersyukur hasil yang dicapai dapat membantu negara untuk memerangi narkoba. Bayangkan saja, jika 18 hektare ganja itu tidak ditemukan. Berapa banyak warga yang akan rusak dan hancur nantinya," terang pria asal pulau dewata ini.

Menariknya, jelas Putu, meski terhitung baru beberapa kali mendaki Tor Sihite, penemuan ladang ganja ini dinilainya lebih sulit dari penemuan yang sebelumnya. Pasalnya, lokasi penemuan sudah semakin ke atas di bagian-bagian yang sulit untuk dijangkau warga biasa. Bukan itu saja, dari seluruh titik tempat ditemukannya ladang ganja yang bervariatif, mulai dari bibit hingga yang sudah setinggi 1,5 Meter. Anehnya, semua lokasi bisa mengakses komunikasi lewat Handphone.

"Artinya, kegiatan ini diprediksi kuat merupakan sindikat. Soalnya di seluruh titik yang kita temukan ada sinyal dan dapat berkomunikasi lewat Handphone," ucapnya.
Namun, ungkap Putu, ia mengaku para pelaku sudah semakin terjepit untuk meneruskan penanaman ganja yang diduga kuat ada sindikat yang tidak pernah terungkap siapa pemainnya.

"Begitupun, saya menilai mereka (para pelaku,red) sudah semakin terjepit dan terus mencari cara untuk tetap menanam. Soalnya, jika melihat dari penemuan sebelumnya, lokasinya semakin terus ke atas dan cukup sulit dijangkau," bebernya dan meminta kepada pemerintah daerah serta pihak terkait untuk lebih peduli dan saling bersinergi.

Komandan Yonif 123 Rajawali ini optimis, jika seluruh pihak terkait terus bekerjasama, ladang ganja yang ada di Madina dapat diberantas. Apalagi melihat kondisinya tidak semasif dulu, dan banyak dilakukan penangkapan serta penemuan.

"Dan pastinya, kepada Pemda setempat, pihak terkait serta masyarakat harus konsekuen dan tegas untuk menyatakan perang terhadap narkoba," harapnya.

Soal alih fungsi lahan, terang Danyon, bisa juga menjadi salah satu upaya alternatif yang secara perlahan dapat menghilangkan 'kebiasaan' masyarakat menanam ganja. Apalagi, ia menilai, terjadinya hal tersebut sebagian besar disebabkan faktor ekonomi dan kebutuhan.

"Alih fungsi lahan bisa menjadi salah satu alternatif yang diberikan kepada masyarakat setempat, tapi harus sesuai dengan nilai ekonomis. Intinya, bagaimana kebutuhan dan pendapatan warga tercukupi sehingga tidak 'ketergantungan' menjadi petani ganja." Pungkas Danyon yang menyarankan kegiatan seperti itu harus secara kontinue dilakukan dan didukung semua pihak.