JAKARTA - Direktur CBA (Center For Budget Analysis) Ucok Sky Khadafi mengatakan bahwa dua peraturan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo adalah peraturan Ilegal.

Peraturan tersebut kata Ucok, pertama, Presiden Jokowi mengeluarkan inpres No.8 tahun 2016 untuk melakukan penghematan atau mutilasi anggaran di 83 lembaga negara. Dan kedua, Peraturan Menteri keuangan No.125/PMK.07/2016,tertanggal 16 agustus 2016 Tentang penundaan penyularan DAU (Dana Alokasi Umum) tahun 2016.

"Dan yang aneh bin lucu, ada alokasi anggaran untuk dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia sebesar Rp.23.3 Triliun yang pencairan ditunda," ujarnya kepada GoNews.co, Rabu (07/09/2016) di Jakarta.

Kemudian kata Ucok, dasar inpres No.8 tahun 2016, dan PMK No.125/PMK.07/2016 bisa disebut ilegal karena melanggar salah satunya peraturan yakni undang undang No.17 tahun 2003 tentang keuangaan negara.

"Sebelum presiden Jokowi melakukan mutilasi anggaran, seharusnya lebih dulu "sowan" ke DPR untuk minta izin dan melakukan pembahasan anggaran bersama dong," tegasnya.

Akibat Pemerintahan Jokowi belum dapat izin dari DPR untuk melakukan mutilasi anggaran atas 83 lembaga negara, penundaan DAU untuk 169 daerah, dan dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia, bisa-bisa kata dia, diduga melakukan penyalahgunaan kewenangaan. Atau bisa dikatakan Pemerintahan Jokowi sangat menghina parlemen sebagai mitra kerja dalam pembahasan anggaran.

Kemudian, hal lain akibat dampak dari peraturan ilegal ini adalah rakyat bisa dirugikan karena alokasi anggaran sebesar Rp.64.7 Triliun untuk 83 lembaga negara dipotong tanpa alasan yang jelas. Mentang mentang punya kuasa, asal main mutilasi anggaran saja.

Masih kata Ucok, Peraturan Menteri keuangan No.125/PMK.07/2016,tertanggal 16 agustus 2016 Tentang penundaan penyularan DAU (Dana Alokasi Umum) tahun 2016 untuk 169 daerah sebesar Rp19.418.975.064.500 juga tidak boleh dilakukan menteri keuangaan sebelum ada persetujuan dari DPR yang punya hak budget dan pemgawasan.

"Sebagimana perlu diketahui, Dau ini adalah tanggungjawab pemerintah pusat kepada daerah. Karena Dau ini untuk dipergunakan membayar gaji pegawai di daerah. Kalau pemerintah pusat, melakukan mutilasi Dau sebesar Rp19.4 Triliun, ini sama saja dengan pemerintah pusat tidak mau bertanggungjawab kepada pegawai negeri mereka di daerah, dan memberikan tanggungjawab tersebut kepada kepala daerah," tukasnya.

Hal ini juga kata dia, akan berakibat pemerintah daerah bisa bisa menuju kebangkrutan, dan akan banyak anggaran dan program pemda untuk pelayanan publik akan ditunda atau hilang lantaran anggaran dialihkan dulu untuk bayar gaji pegawai.

"Dari gambaran diatas, kami dari CBA (Center For Budget Analysis) meminta DPR untuk segera menekan presiden Jokowi agar mencabut dua peraturan ilegal tersebut. Kalau Presiden "ogah" mencabut dua peraturan ilegal tersebut, DPR wajib kasih surat cinta dalam bentuk hak interpelasi DPR agar Presiden Jokowi kapok, dan menyesal mengeluarkan peraturan hukum yang tidak sesuai mekanis undang undang, dan tertib administrasi," tandasnya.

Yang kedua kata dia, DPR harus meminta kepada menteri dalam negeri Tjahjo Kumolo jangan diam saja. "Jangan diam atau pura pura tidak tahu dong. Harus bantu pemda daerah untuk melakukan gugatan kepada Menteri keuangaan atas penundaan Dau sebesar Rp19.4 Triliun untuk 169 daerah," pungkasnya. (***)