MEDAN - Sejumlah pengrajin sepatu kulit rumahan di Medan merasa terkendala dengan naiknya harga-harga bahan baku pembuat sepatu.  Hal tersebut  berdampak pada pengurangan produksi dan pemangkasan karyawan. Salah seorang pengrajin sepatu di Jalan Bromo, Menong, mengungkapkan, semakin naiknya harga bahan baku sepatu dirasakan sejak memasuki bulan Ramadhan lalu. Selain itu daya beli masyarakat juga disebutkannya semakin sepi.

“Kalau tahun ini jauh sekali menurun. Hampir 80 persen penurunannya. Terlebih harga bahan baku yang semakin hari semakin terus mengalami kenaikan. Belum lagi minimnya pembeli.  Jadi dapat untuk biaya sehari-hari hidup saja sudah syukur,” katanya kepada GoSumut, Selasa (6/9/2016).

Disebutkannya, bahan-bahan sepatu  mengalami kenaikan sepert kulit, lapis sepatu dan tiner. Akibatnya ia juga terpaksa mengurangi jumlah produksi. “Kalau dulu itu kita masih bisa siapkan 400 pasang dalam seminggu. Sekarang bisa selusin dua lusin sudah syukur kali. “terangnya.

Untuk tetap bisa bertahan, Menong mengurangi jumlah karyawannya yang semula berjumlah 15 orang menjadi 4 orang. “Gak mungkin saya pertahankan, untuk  biaya keluarga saya saja masih belum cukup. Belum lagi nanti biaya listrik, apa gak makin bengkak pengeluaran,“pungkasnya.

Sementara itu pengrajin sepatu lainnya yang ditemui  di Pusat Industri Kreatif (PIK), Jalan Menteng Suyono mengatakan, harga bahan baku sepatu memang sangat berpengaruh pada pendapatannya. Meski demikian, ia tidak mau menurunkan kualitas.

“Kita gak mau turunkan kualitas, biar saja. Karena kan konsumen yang kita incar memang yang mengerti  mutu. Kulit kita kan asli, bukan seperti yang dijual di pasar-pasar itu. Kebanyakan bahannya dari plastik. Memang harganya murah, tapi daya tahannya kan kita tidak tahu,” ujarnya.