JAKARTA - Investigasi Tempo dan BBC Indonesia menunjukkan Pizza Hut, Pizza Hut Delivery, dan Marugame Udon menggunakan bahan kedaluwarsa di gerainya. Tempo mendapatkan sejumlah dokumen dan kesaksian yang membenarkan penggunaan bahan kedaluwarsa tersebut.

Para petinggi Sriboga Food Group, salah satu divisi PT Sriboga Raturaya, perusahaan pemegang lisensi Pizza Hut dan Marugame Udon membantah penggunaan bahan kedaluwarsa. Direktur Utama PT Sriboga Raturaya, Alwin Arifin, membantah penggunaan produk kedaluwarsa di restoran waralabanya. "Pokoknya, enggak benar. Itu fitnah," ungkapnya saat menggelar konfrensi pers, Minggu (04/09/2016) kemarin.

Ihwal penggunaan produk kedaluwarsa, Deputi Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan, Suratmono, memberi penjelasan kepada Tempo dan BBC Indonesia. Menurut dia, sesuai dengan Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan, produk kedaluwarsa tidak boleh diedarkan dan dikonsumsi.

"Apapun alasannya, produk kedaluwarsa tidak boleh digunakan dan harus dimusnahkan," kata Suratmono.

Dia mengacu pada pasal 90 huruf f Undang-Undang Pangan yang menyebutkan produk pangan dianggap tercemar jika melewati kedaluwarsa. "Menurut aturan, bahan pangan tercemar itu harus dimusnahkan."

Tempo dan BBC Indonesia lalu menunjukkan salah satu foto yang diperoleh terkait dengan penggunaan bahan kedaluwarsa di jaringan restoran Sriboga Food group. Yaitu, bungkusan bonito powder atau tepung ikan bonito. Dalam foto tersebut tercantum tanggal expired date 15 Desember 2015.

Tapi, ada lagi stiker tambahan berhuruf kapital: "extended 3 bulan, exp. 15 Juni 2016, e-mail dari Ibu Evita (purchasing)". Melihat foto tersebut, Suratmono langsung menanggapi, "Itu pidana," katanya.

Tak perlu diteliti lagi, jelas pidana." Suratmono menjelaskan, pasal 99 Undang-Undang Pangan melarang siapa saja untuk "menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan."

Berdasarkan Undang-Undang Pangan, sanksi atas penambahan label ini adalah denda Rp 4 miliar atau dua tahun penjara. (***)