JAKARTA - Pemerintah dibawah kendali Presiden Jokowi mengeluarkan Intuksi Presiden No 8 tahun 2016 tentang Amputasi anggaran. Dirut CBA, Ucok Khadafi menilai, instruksi Presiden ini berwajah "sadis" karena alokasi anggaran penegakan hukum atau lembaga lembaga yang bekerja di wilayah hukum yang akan diamputasi oleh payung hukum yang bernama intruksi Presiden ini sebesar Rp.3.751.169.872.000 untuk 8 kementerian atau lembaga negara.

Berikut ini adalah angking amputasi anggaran yang dirangkum CBA:

1. Kepolisian Negara sebesar Rp2.959.225.000.000.

2. Kementerian Hukum dan hak asasi Manusia sebesar Rp550.908.000.000.

3. Mahkamah Agung sebesar Rp192.536.600.000.

4. Kejaksaan Agung sebesar Rp18.032.000.000.

5. Komisi Pemberantasan korupsi sebesar Rp13.001.000.000.

6. Mahkamah Konstitusi sebesar Rp10.849.534.000.000.

7. Komisi Yudisial sebesar Rp3.873.738.000.000.

8. Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangaan sebesar Rp2.744.000.000.000.

Tetapi kata Ucok, instruksi Presiden No 8 tahun 2016, pemerintah menyebutkan dengan istilah dalam bahasa sebagai, langkah langkah penghematan belanja kementerian atau lembaga dalam Rangka Pelaksanaan APBN 2016.

"Kok bahasa penghematan pemerintah sama saja dengan amputasi atau menghapus anggaran untuk kebutuhan dan kepentingan penegaka hukum yang akan berakibat kepada hilangnya rasa aman dalam masyarakat, dan pada pihak lain,seperti para koruptor akan berpesta, karena alokasi anggaran pada aparat hukum seperti Kejaksaan, kepolisian, KPK, dan PPATK sangat minim anggaran, dan akan susah menjangkau para maling anggaran negara," ujarnya kepada GoNews.co (GoNews Group), Minggu (4/09/2016) di Jakarta.

Dirinya kuatir, bisa bisa aparat hukum seperti Kejaksaan, kepolisian, KPK, dan PPATK jadi "mandul", lantaran minim anggaran dalam membongkar kejahatan korupsi.

Selanjutnya kata dia, amputasi anggaran ini akan berdampak kepada Hilangnya rasa aman masyarakat, bisa dilihat dari amputasi anggaran kepolisian yang sampai sebesar Rp.2.9 Triliun.

"Amputasi anggaran Kepolisian ini, sungguh besar, dan tidak masuk akal sehat manusia. Dan hal ini bisa mengakibatkan publik tidak punya rasa aman dan nyaman lagi karena tingkat kriminal meningkat lantaran akan ada pembiaran dari pihak kepolisian lantaran anggaran minim, atau kalau ingin publik, menyuruh polisi menanganani kasus kasus kejahatan, iya harus bayar karena kepolisian tidak punya biaya atau minim alokasi anggarannya," tandasnya.

Dari gambaran diatas, CBA (Center For Budget Analysis) ,sangat kecewa dengan sikap DPR yang tidak melakukan apa apa untuk menolak amputasi anggaran oleh intruksi Presiden Jokowi ini.

"Padahal, DPR itu punya kekuasaan seperti punya hak budget dan pengawasan tetapi tidak mereka gunakan sama sekali. Dan sampai saat ini, hanya bisa diam, dan minim melakukan protes atas amputasi anggaran ini," tukasnya.

Dia menganggap, anggota dewan seperti ketakutan dengan Presiden Jokowi. "Padahal amputasi anggaran, tanpa ada persetujuan dari anggota dewan, atau Jangan jangan, dengan diamnya sikap DPR ini, ternyata mereka senang, dan gembira sekali dengan amputasi anggaran kepada lembaga KPK dan PPATK lantaran akan lebih leluasa "main main" proyek proyek APBN tanpa disadap oleh KPK," pungkas Ucok. (***)