MEDAN - Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU), Warjio, menilai penetapan calon wakil gubernur tidak bisa berdasarkan partai politik saja, tetapi harus sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku. Yakni UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan UU, Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. ”Ada undang-undangnya. Nantinya dari kementerian dalam negeri memberikan arahan dan kemudian juga diajukan oleh partai politik, tinggal nanti bagaimana keputusan dewan untuk memutuskan yang diajukan untuk ditetapkan mendampingi gubernur. Yang jadi persoalan sekarang ini gubernur belum merasa percaya diri karena memang ia masih belum dilantik,” kata Warjio ketika dihubungi GoSumut, Senin (29//8/2016)
 
Menurut Warjio, sudah menjadi keharusan gubernur definitif  didampingi wakil melalui proses pilkada, karena sudah ada UU yang mengatur ketentuan tersebut.
 
“Artinya sangat dimungkingkan dalam proses perundang-undangan untuk diadakan pilkada, tinggal nanti bagaimana dewan  menetapkan nama-nama wakil yang sudah ada. Dan itu nanti dibicarakan dengan gubernur. Artinya, undang-undang itu tidak bisa dilanggar, itu harus diikuti,”.
 
“Tentu saja itu tidak bisa dilanggar, sebab undang-undang sudah mengatakan demikian, tidak ada legitimasinya. Karena implikasinya juga banyak terkait dengan DPRD, keuangan, pemerintah pusat. Jadi tetap tidak bisa, harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, harus tetap mengacu,” lanjut Warjio.
 
Selain itu, harus ada kesepakatan antara partai politik pengusung  dalam menentukan calon yang akan diajukan. Tidak bisa gubernur langsung mengajukan calon yang diinginkannya.
 
“Itu memang harus, tidak  bisa Tengku Erry sendiri mengajukan wakilnya. Cuma nanti, calon yang diajukan itu, tentu gubernur definitif nanti punya konsekuensi-konsekuensi  sendiri dengan wakil yang bisa diajak kerja sama dengannya, karenanya dia juga harus mendekati partai-partai politik yang ada  untuk bisa meloloskan nama-nama yang akan mendampinginya,” tambah Warjio.