JAKARTA - Komite Olahraga nasional Indonesia (KONI) Pusat merasa perannya sebagai pembina atlet telah dikebiri. Pasalnya, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) lebih condong ke Satlak Prima dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Pernyataan itu diungkapkan Wakil Ketua I KONI Pusat Suwarno di sela-sela Diskusi Pembekalan Olahraga dalam rangka Fasilitas dan Management Event Olahraga Tahun 2016 di PP PON, Cibubur, Senin (29/8).

Menurutnya, hal itu terlihat dengan tidak adanya pasokan anggaran dari pemerintah yang mengakibatkan KONI Pusat tidak bisa terpenuhinya kebutuhan peralatan latihan dan tanding para atlet. "Pembinaan olahraga prestasi menjadi terputus karena tidak ada bantuan dana dari pemerintah. Dan, atlet terpaksa harus membeli peralatan dengan dana pribadi," katanya.

Meski kontingen Indonesia sukses membawa pulang satu medali emas dan dua perak di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, kata Suwarno, belum ada perubahan signifikan terhadap peningkatan prestasi olahraga. Buktinya, Indonesia belum bisa mengandalkan cabang olahraga (cabor) lain di luar bulutangkis, angkat besi, dan panahan.

"Jadi kalau kita bisa meraih medali dari cabor bulutangkis dan angkat besi pada Olimpiade Rio lalu, itu bukanlah hal yang luar biasa. Karena kedua cabor ini memang sudah menjadi cabang unggulan kita di Olimpiade dalam beberapa tahun terakhir. Jadi tidak ada perubahan yang signifikan terhadap olahraga kita pasca Olimpiade," kata mantan Komandan Satlak Prima ini.

Menurutnya, sebelum Olimpiade Rio, pihaknya telah mempersiapkan 12 cabor berdasarkan prestasi terakhir. Namun dari ke-12 cabor tersebut, hanya tujuh cabor yang lolos ke Olimpiade, beberapa di antaranya lewat 'wild card'. Pun demikian, dari ketujuh cabor tersebut, Indonesia masih tetap mengandalkan ketiga cabor di atas.

"Meskipun sektor yang diandalkan dari bulutangkis, yakni ganda putra gagal meraih medali, namun hal itu tidak terjadi. Itu artinya kemampuan bulutangkis menyebar ke beberapa negara di dunia," katanya.

Dia berharap ada cabor-cabor andalan baru menuju Asian Games 2018. Pasalnya, ajang sekelas SEA Games yang akan digelar di Malaysia, tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk meningkatkan prestasi. Untuk itu, PON XIX/2016 yang akan digelar di Jawa Barat, diharapkan bisa menjadi awal untuk menata kembali pembinaan olahraga Indonesia secara menyeluruh.

"Menuju Asian Games 2018 nanti, saya pernah menyarankan untuk membina 18 cabor unggulan dengan harapan dari 18 cabor sekurang-kurangnya bisa meraih satu medali emas," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa untuk membina cabor, dibutuhkan konsentrasi penuh untuk menjadikan cabor-cabor potensial seperti karate, voli pantai, sepeda, judo, tinju, tunggang serasi, wushu, silat menjadi cabor andalan selain bulutangkis, angkat besi, dan panahan pada Asian Games 2018.

"Tentunya harus fokus. Jika itu bisa kita lakukan dengan baik. Ayo kita belajar dari Olimpiade 2016 dimana belum ada perubahan yang signifikan. Sehingga kedepannya kita bisa mengandalkan cabor cabor lain di luar bulutangkis, angkat besi, dan panahan," serunya.

Selain fokus pada pembinaan menuju Asian Games 2018, KONI Pusat juga tengah mempersiapkan diri untuk persiapan PON XIX/2016. Ia berharap semua permasalahan yang terjadi, termasuk perpindahan atlet sudah bisa diselesaikan sebelum PON Jawa Barat digelar pada 17 September 2016 mendatang.

Cabor sepakbola akan digelar lebih dulu pada 14 September mendatang. "Selain itu ada beberapa cabang yang lebih dulu bertanding yang pada umumnya merupakan cabang eksebisi yang akan berlaga di Asian Beach Games di Vietnam pada 22 September 2016," ujarnya. (***)