JAKARTA - Sekitar seribu penonton dan tamu undangan terpukau dengan penampilan grup demi grup rapai saat pembukaan Aceh International Rapai Festival 2016 di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, Jumat malam, 26 Agustus 2016. Rapai adalah alat musik tradisional Aceh seperti perkusi.

Pembukaan diwarnai dengan penampilan 150 penabuh rapai dari berbagai komunitas di Aceh. Mereka menampilkan keahlian menabuh ragam rapai, dari ukuran besar sampai kecil. Pembukaan juga dimeriahkan penampilan grup rapai dari Sumatera Barat dan Thailand. 

Kepala Dinas Pariwisata Aceh Reza Fahlevi menyebutkan Rapai International Festival merupakan salah satu upaya pemerintah Aceh dalam melestarikan nilai tradisi, khususnya musik etnik Aceh. Di samping itu, festival berskala internasional itu sekaligus meningkatkan kapasitas pelaku seni-budaya di Aceh.

"Selain penampilan panggung, adacouching clinic dan seminar untuk saling tukar pengalaman para seniman antarnegara untuk menambah wawasan pelaku budaya," ujarnya.

Reza menambahkan, festival rapai yang digelar sampai 30 Agustus mendatang diikuti seniman perkusi dari Indonesia, Thailand, Cina, Iran, Malaysia, dan Jepang ini adalah momentum yang tepat untuk memperkenalkan Aceh sebagai salah satu destinasi wisata halal di Indonesia bagi dunia. Selain itu, ada puluhan seniman dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kota Makassar, dan Surabaya.

Mewakili Gubernur Aceh, Sekretaris Daerah Aceh Dermawan dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pemerintah Aceh berkomitmen penuh untuk mengembangkan kesenian. Menurut Dermawan, Aceh memiliki ragam seni-budaya yang tak lekang meski dilanda perang panjang. Bahkan isu sosial diangkat oleh seniman sebagai tema dalam berkarya. "Tidak heran jika banyak tarian dan nyanyian yang menggambarkan perang dan kehidupan," katanya.

Beragam tarian dan nyanyian yang dimainkan di Aceh biasanya diiringi dengan tabuhan rapai. Karena itu, rapai melekat menjadi salah satu identitas Aceh. 

Sementara itu, Menpar Arief Yahya mengatakan, Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terus disentuh dengan konsep wisata halal, yang sering disebut “halal destination.” Setelah Lombok, kini giliran provinsi yang berada di ujung utara-barat itu yang mulai diproyeksikan untuk pasar Timur Tengah.

"Halal tourism itu ada pasarnya, dan besar. Hampir sama dengan jumlah outbond Cina 100 juta orang setiap tahunnya,” ungkap Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, Sabtu (27/08/2016)

Selain itu, daya beli dan kebiasaan belanja wisman asal Jazirah Arab itu tergolong besar. Bahkan terbesar di antara wisman lain di seluruh dunia. “Wisman Arab Saudi itu bisa 1.750 dolar AS per kunjungan. Uni Arab Emirat rata-rata 1.500 dolar AS per visit. DIbandingkan dengan Eropa maupun Asia, mereka lebih royal, karena rata-rata hanya 1.200 dolar AS yang ke Indonesia,” ungkap Arief.

Agar branding “Halal Destination” itu cepat mengangkat nama Aceh, kata Menpar, salah satu cara yang paling efektif adalah memenangkan kompetisi halal tourism yang secara rutin digelar di Abu Dhabi, UAE. Selain itu, Aceh juga harus dipersiapkan hospitality-nya. (*/dnl)