BATAM - Menpar Arif Yahya menyebut Sail Karimata 2016, yang bakal dilangsungkan pada 20-30 Oktober mendatang adalah kombinasi antara parade kapal-kapal perang dan perahu-perahu pesiar (yacht).

"Kelak Sail ini benar-benar akan menjadi kegiatan berlayar bersama para dengan yacht dari satu pulau ke pulau lain, yang di setiap pemberhentian digelar atraksi budaya bahari yang khas,” kata Arief Yahya Menteri Pariwisata.

Karena itu kemasannya pun sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya, akan digelar Festival Sungai Carang, 29 Oktober 2016. Even ini menjadi salah satu kegiatan yang akan dikemas elegan untuk menyemarakan Festival Bahari Kepri yang merupakan rangkaian Sail Karimata 2016.

"Sungai Carang adalah sumber kehidupan dan peradaban Kepri di zaman lampau. Dari sungai inilah kelompok berkembang menjadi kampung, negeri dan bandar yang riuh ramai. Lalu meredup dan nyaris dilupakan umat. Sungai Carang adalah tapak dan jejak sejarah Melayu,” terang Guntur Sakti, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri, Rabu (24/8).

Di masa lalu, Sungai Carang memang istimewa. Pada 1672 M disebutkan Laksamana Johor Tun Abdul Jamil membangun sebuah negeri melaksanakan titah Sultan Abdul Jalil Syah, Sultan Johor di Pahang. Yakni membangun sebuah negeri di Pulau Bintan. Negeri baru yang terletak di Sungai Carang, Pulau Bintan. Itulah yang kelak disebut Kepulauan Riau.

Kepulauan yang riuh, atau ramai. Tempat ini dulunya menjadi Bandar yang ramai (Riuh). Bandar itu kemudian lebih dikenal dengan sebutan Bandar Riau (Riuh). Bandar Riau ketika itu sanggup menyaingi Bandar Melaka. Bahkan dikisahkan para pedagang yang lalu lalang di selat Melaka kemudian akhirnya banyak memilih pergi ke Bandar Riau untuk membeli beras dan kain karena harga yang sangat murah daripada Bandar Melaka yang sudah dikuasai Portugis.

Ketika Belanda berhasil merebut Melaka dari Portugis, Bandar Riau pun diincar oleh Belanda. Maka pada tahun 1784 dikirimlah 13 kapal dengan jumlah pasukan 1536 prajurit dengan dikomandoi kapal “Malakas Wal Faren untuk menyerang Bandar Riau dari Kerajaan Johor. Namun Yang dipertuan Raja Ali Haji Fisabilillah yang bertahta di Kota Piring, tepi sungai Carang, Tanjung Pinang kala itu melawan dengan gigih dan berhasil mengusir Belanda dan menenggelamkan kapal Malakas wal Faren pada 6 Januari 1784.

Tanggal itu, kemudian ditasbihkan menjadi hari lahir Kota Tanjung Pinang. “Nah, untuk mengenang masa keemasan Bandar Riau di Sungai Carang dan memperingati hari jadi Kota Tanjung Pinang maka diadakanlah Festival Sungai Carang, Sungai Carang sangat layak dijadikan obyek wisata sejarah dan budaya serta wisata bahari,” tambah Guntur mengupas sejarah Sungai Carang.

Guntur beruntung. Selain punya modal kuat berupa 96 persen wilayah laut, keindahan alam bahari yang memesona dan lokasinya yang sangat strategis dengan 2.408 pulau di dalamnya. Pemerintah getol menggelar beragam sail. Di 2009, ada Sail Bunaken, dilanjutkan dengan Sail Banda, Sail Wakatobi dan Sail Morotai. Tahun 2013 digelar Sail Komodo bersamaan dengan Festival Derawan, Sail Raja Ampat dan Festival Danau Sentani, Sail Tomini dan Festival Boalemo. Dan 2016 ini, digelar Sail Karimata dan Festival Bahari Kepri.

Bila dikolaborasikan dengan 4.000 lebih yacht yang parkir di Singapura, Guntur yakin hasilnya akan dahsyat. Maklum, jarak Batam dan Bintan sangat dekat Singapura. Tak sampai satu jam, sudah bisa sandar di Batam atau Bintan. Yang perlu dicatat, yachter-yachter dunia selalu memburu titik zero equator. Dan titik itu sudah banyak menyebar di Kepri. Selain Batam, Tanjungpinang, Bintan dan Karimun, di Lingga ada zero equator yang menjadi incaran para yachter, dan alam nan eksotik di Natuna dan Anambas.

Satu-satunya yang masih jadi kendala saat ini adalah sampah di laut. Sekedar catatan, Indonesia merupakan peringkat dua di dunia setelah Tiongkok dalam penghasil sampah plastik ke laut. Di 2015, Tiongkok memproduksi 262,9 juta ton sampah ke laut. Sementara Indonesia 187,2 juta ton. Selain mengganggu kebersihan laut dan pantai, sampah juga akan menjadi kendala besar bagi kapal layar dan yacht bila tersangkut di motornya.

“Sekarang kami sudah menyediakan sarana pengangkutan sampah, terutama bagi warga yang tinggal di tepi pantai dan pelantar. Pemkot Tanjungpinang juga siap mengoperasikan alat angkut sampah khusus di laut dengan nama taksi sampah,” tambah Guntur.

Terpisah, Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, tak ingin banyak berkomentar soal sampah tadi. Dia memilih langsung action. Bagi dia, sampah di pelantar I, II dan III sudah kronis. Makin hari kian memprihatinkan. Lalu, bagaimana solusinya?

"Stop membuang sampah ke laut mulai dari sekarang. Dan pada rangkaian Festival Bahari Kepri, 20 Oktober 2016 nanti kami menggelar Eco Heroes. Konsep kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian terhadap planet bumi sebagai rumah bersama makhluk hidup. Kami mendorong dan menginspirasi generasi hijau yang peduli untuk mencintai lingkungan. Jadi semua elemen masyarakat kita ajak untuk menjadi pahlawan. Kita ajak perang melawan sampah di laut. Nanti akan kita pusatkan di perairan di Pulau Penyengat. Kita akan gotong royong di sana untuk membersihkan destinasi dan situs wisata Pulau Penyengat,” terang Lis. (*/dnl)