JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan mengatakan Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tegas melarang Ahok maju kembali menjadi seorang Cawagub.

Tepatnya UU No.10/2016 pasal 7 ayat 2(o); "belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama".

Namun anggota DPR RI Masinton Pasaribu menyangkan pernyataan tersebut. "Saya menyayangkan ketidakcermatan Pak Djayadi Hanan sebagai pengamat kurang membaca utuh poin perpoin sebagai kesatuan dalam memahami UU No.10 Tahun 2016, khususnya pasal 7 ayat 2 yang mengatur persyaratan, bukan pelarangan," ujarnya, Kamis (25/08/2016) di DPR RI Jakarta.

Ketidakcermatan berikutnya kata dia adalah, ketika hanya mengutip pasal 7 ayat 2 poin (o), padahal dalam poin (n) pasal 7 ayat 2 jelas dituliskan, "belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama".

"Seharusnya poin-perpoin dalam pasal 7 ayat 2 tersebut dibaca dalam satu kesatuan yang utuh, apalagi poin (o) merupakan kelanjutan poin (n) yang tidak boleh dibaca dengan sepotong-sepotong," tukasnya.

Karena kata Masinton, UU No.10 Tahun 2016 dengan jelas membolehkan Pak Ahok sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub), meskipun beliau saat ini adalah Gubernur DKI Jakarta.

"Berhubung baru terhitung satu priode sebagai Gubernur, pencalonan Pak Ahok sebagai Cawagub DKI Jakarta dalam Pilkada tahun 2017 tidak melanggar persyaratan seperti dalam pasal 7 ayat 2 poin (n) dan (o) UU No.10/2016," pungkasnya. (***)