JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kembali menegaskan siap mendukung usulan kenaikan harga rokok per bungkus Rp50 ribu.

Ketua Pengurus YLKI, Tulus Abadi kepada GoNews menjelaskan, dengan naiknya harga rokok maka jumlah perokok aktif di Indonesia yang jumlahnya mencapai 60% dari total penduduk bisa ditekan.

"Jumlah perokok aktif sangat banyak yakni 60 %. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah warga perokok aktif terbanyak di ASIA. Saya rasa dengan menaikkan harga bisa mengurangi perokok aktif," ujarnya, di Jakarta, Kamis (11/08/2016) malam.

Selain itu kata dia, harga rokok di Indonesia juga paling murah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, seperti Singapura dan Malaysia.

"Bisa dibayangkan rokok dengan merek sama di Indonesia harganya cuma Rp15 ribu, sementara di Malaysia dibandrol Rp35.000 sampai Rp40.000 per bungkus. Jadi wajar banyak perokok aktif karena harganya murah," tukasnya.

Dengan menaikkan harga rokok menurutnya, secara otomatis pendapatan pemerintah lewat cukai rokok juga bertambah. Dengan catatan jika usulan ini benar-benar direalisasikan.

"YLKI meminta pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan cukai, tetapi juga pada pengawasan, contoh, rokok tidak dijual eceran atau per batang. Artinya, meskipun dihargai mahal, masyarakat masih akan mampu menjangkau harga rokok dengan membeli eceran," tukasnya.

Dengan harga rokok dinaikan maka ia menilai masyarakat tidak akan menjangkau lagi. Terutama di kalangan masyarakat ekonomi ke bawah.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Manusia Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menjelaskan, dari survei diketahui 46 persen perokok mengaku berhenti merokok jika harganya lebih dari Rp50 ribu per bungkus.

Harga itu naik sekitar 300 persen dari harga saat ini. Dari survei juga diketahui bahwa 80,3 persen atau 976 responden mendukung kenaikan harga dan cukai rokok untuk membiayai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dukungan diberikan karena anggaran JKN selalu defisit setiap tahunnya.

Selain YLKI, Wakil Gubernur DKI Djarot dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga mengaku hal yang sama, yakni setuju dan sah-sah saja harga rokok itu dinaikkan. Namun keduanya sepakat, pemerintah harus mengkajinya secara mendalam, karena efek dari harga tersebut juga akan berakibat pada produksi pabrik yang secara otomotis juga akan menimbulkan permasalahan baru.

"Permasalahannya adalah, jika pabrik mengurangi produksi maka mereka akan mengurangi jumlah karyawan. Nah ini jangan sampai terjadi, harus dikaji, apa efek positif dan negatifnya," pungkas Fadli. (***)