MEDAN - Konflik berbau SARA yang terjadi di Tanjung Balai dan kerusuhan dalam perebutan lahan di Desa Lingga, Karo, dinilai Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara Ronald Syafriansyah, karena kelalaian Pemerintah.
Ronald mengatakan, sesuai investigasi yang dilakukan di Tanjung Balai, banyak faktor yang melatarbelakanginya. Sehingga jangan dipandang hanya karena masalah adzan.

"Faktor-faktor yang melatarbelakangi konflik berbau SARA tersebut justru sudah ada sebelum terjadi pembakaran Vihara. Seperti kesenjangan sosial, ekonomi, dan kemananan," jelas Ronald di kantor KontraS Sumut, Jalan Brigjend Katamso, Gang Bunga, Senin (8/8/2016).

Ia juga menjelaskan, ketidaktegasan aparat Kepolisian dan pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial turut menjadi salah satu penyebabnya.

"Telah terjadi kealpaan aparat Kepolisian dan pemerintah dalam melihat potensi konflik yang ada. Pemerintah dalam hal ini tidak tegas mengeluarkan kebijakan yang dapat mengantisipasi konflik sosial,"ujarnya.

Hal yang sama, juga diungkapkan anggota kontraS lainnya, Amin Multazam, dengan konflik yang terjadi dan kerusuhan yang terjadi di Desa Lingga, Kabupaten Karo, karena adanya kelalaian pemerintah dalam membuat kebijakan.

"Kerusuhan di Desa Lingga juga disebabkan kelalaian pemerintah. Pemerintah tidak matang dalam membuat kebijakan," katanya.

Lebih lanjut Amin menegaskan, seharusnya pemerintah dapat melihat potensi kerusuhan yang terjadi di lahan Relokasi Mandiri tahap II Desa Lingga tersebut.

"Kerusuhan terjadi akibat imbas dari protes warga yang keberatan lahan tersebut dijadikan tempat relokasi pengungsi. Harusnya pemerintah lebih tegas mengeluarkan kebijakan untuk meredam protes warga tersebut," tegasnya.