JAKARTA - Kejaksaan Agung telah mengeksekusi empat terpidana mati kasus narkoba yakni Freddy Budiman, Michael Titus Igweh, Humprey Ejike, dan Cajetan Uchena Onyeworo pada Jumat (29/7/2016) dini hari.

Meski demikian terpidana kasus korupsi, hingga kini belum ada yang yang dijatuhi hukuman hati. Ada apa?

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Priharsa Nugraha mengatakan, pihak enggan menjatuhi hukuman mati terhadap koruptor karena dihalangi unsur Pasal 2 Undang-Undang Tipikor.

"KPK belum pernah menuntut pidana mati. Karena sebagian besar belum memenuhi unsur (pasal 2) itu," ujar Priharsa, Jumat (29/7/2016).

Lanjut Priharsa, berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU Nomor 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apabila suatu tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi, maka para pelaku tersebut dapat di pidana mati.

Priharsa menuturkan, kasus yang ditangani KPK selama ini tidak semua memenuhi unsur tersebut. Bahkan bisa dikatakan jarang ditemui.

"Memang ada pidana mati untuk kasus korupsi, Pasal 2 UU Tipikor, salah satunya pada dana kebencanaan, perang. Tapi kalau kita baca redaksionalnya tidak ada unsur yang memenuhi dengan kasus yang ditangani KPK," jelasnya.

Meski demikian, Priharsa tidak menampik jika perkara korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Kasus tersebut sebenarnya tidak berbeda dengan pidana narkoba yang berdampak luas bagi masyarakat.

"Iya, korupsi juga extra ordinary crime," pungkasnya. (***)