JAKARTA - Terhambatnya perlengkapan kontingen atlet Indonesia untuk Olimpiade Rio de Janiero 2016 mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Pengamat olahraga Mahfudin Nigara menegaskan, atlet yang berjuang di negeri orang, tidak pantas diberlakukan seperti ini. Seharusnya dana keperluan atlet yang bersumber dari APBN dan terencana itu, turun paling lambat 6 bulan sebelum keberangkatan menuju kejuaraan ajang internasional sebagai langkah persiapan. Kalau tidak, atlet yang kembali jadi korban.

“Kalau  dana itu baru cair 1 bulan atau 3 minggu sebelum keberangkatan bahkan baru sebagian, persiapan program atlet untuk menuju tangga juara dunia jelas jadi kacau dan berantakan, padahal pemerintah dalam hal ini Kempora sudah tahu olahraga itu butuh persiapan matang dan tidak bisa dadakan,” ujar Nigara saat  dihubungi GoNews.co, Kamis (21/07/2016) di Jakarta.

Diketahui kontingen Indonesia angkat besi (7 lifter) dan pebulutangkis tunggal Tommy Sugiarto sama sekali belum menerima bantuan peralatan dan perlengkapan atlet. Bahkan karena bantuan tak kunjung datang, Manager dan Direktur Performa Tinggi Angkat Besi Olimpiade Rio, Alamsyah Wijaya mengaku terpaksa  membeli perlengkapan sendiri seperti, sepatu tanding, tas, jaket dan peralatan lainnya dengan cara berhutang kepada pihak lain.

Begitu juga dengan Tommy yang belum terima peralatan, nutrisi, dan lain-lain untuk keperluan membela negara di ajang kejuaraan dunia, padahal pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah menganggarkan dana Rp35 miliar dan mencairkan dana bantuan untuk atlet Olimpiade 2016 kepada KOI dan CdM Kontingen Indonesia.

Menurut Nigara, dana yang sudah cair dan disalurkan ke Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia untuk Olimpiade harus secepatnya disalurkan kepada atlet secepatnya. Jangan ditahan-tahan dan diputar.

“Saya tak yakin kalau KOI menahan dana itu, untuk apa. Hak dia apa menahan-nahan dana atlet. Tapi kalau memang mereka tidak menyalurkan dana tersebut, itu sudah sangat keterlaluan dan atlet kembali menjadi korban. Hal ini tragis kita mendengar ada pengurus cabor yang berhutang untuk peralatan tanding atlet menuju Olimpiade, bahkan ada yang belum menerima dan membeli secara pribadi,” ungkapnya.

Ayah Tommy, Icuk Sugiarto, sependapat dengan Nigara. Dia mengatakan sebaiknya bantuan yang menjadi hak atlet olimpiade segera diberikan kepada yang bersangkutan.

“Kalau memang ada bantuan ya berikan saja,  itu kan memang menjadi hal atlet. Selain itu, sewaktu mengajukan anggaran ke kemenpora, pihak KOI juga  sudah merinci apa saja yang dibutuhkan atlet. Jadi atlet tidak perlu lagi ngemis-ngemis minta bantuan karena bisa mengganggu konsentrasi latian,” jelas Icuk Sugiarto yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPP Bidang Pemuda dan Olahraga.

Lebih lanjut Icuk menambahkan, bahwa anaknya, Tommy hanya menerima uang saku dari Satlak Prima. Sementara peralatan, nutrisi, dan lain-lain masih belum diterima. "Selama persiapan Olimpiade, Tommy selalu menggunakan peralatan sendiri. Saya juga gak tahu kemana peralatan yang seharusnya menjadi hak Tommy. Kalau ada yang seharusnya diberikan, tapi kalau tidak ada seharusnya ada konfirmasi. Yang jelas sampai saat ini, Tommy belum menerima peralatan. Selama ini ia hanya menerima uang saku yang diberikan oleh Satlak Prima," ungkapnya.  (Nst)