JAKARTA - Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mengecam keras Fadli Zon, salah seorang pimpinan DPR RI yang dinilainya telah secara sengaja merusak citra, wibawa lembaga DPR di mata publik yang selama ini memang sudah terpuruk.

KOPEL menilai, perbuatan Fadli Zon meminta fasilitas pelayanan service bagi keluarganya di luar negeri bukanlah perbuatan biasa yang cukup hanya direspon dengan perbuatan minta maaf melalui media atau bahkan sekedar menggantikan biaya operasional bahan bakar dan tip pengganti capek bagi seorang sopir.

Melainkan ini adalah bentuk kejahatan yang dilakukan seorang pimpinan DPR yang diduga secara sadar memanfaatkan jabatannya untuk keperluan pribadi atau keluarganya.

"Keliru kalau kasusnya dilihat sebagai perbuatan biasa saja. Apalagi seolah berdagang. Begitu selesai digantikan biaya operasional yang terpakai dan tip sopir dibayar, selesai persoalan. Saya kira ini tidak akan menyelesaikan persoalan. Bahkan ke depan akan terulang lagi," ujar Direktur KOPEL, Syamsuddin Alimsyah, kepada GoNews.co, Rabu (29/06/2016) di Jakarta.

Syam demikian pria ini biasa disapa, malah setuju untuk memberi efek jerah bagi para pejabat ke depan, sekaligus menjaga wibawa parlemen, maka pilihan yang tepat adalah mendesak agar Pimpinan DPRRI Fadli zon harus segera diseret untuk diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Fadli Zon dianggapnya secara nyata dan diduga segaja telah melakukan perbuatan tidak pantas dengan melanggar kodek etik DPR sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DPR Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik DPR, khususnya Bagian Kedua menyangkut Integritas pasal 3 ayat 1 dan 2.

Dalam peraturan itu disebutkan ‘’Bagian Kedua Integritas, Pasal 3 ayat (1) Anggota harus menghindari Peri laku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

(2) Anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku selain dariapa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Begitu juga pada Bagian Ketiga Hubungan dengan Mitra Kerja Pasal 4 ayat (1) Anggota harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan dengan Mitra Kerja.(2) Anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi,kolusi dan nepotisme.

"Semua aturan ini pasti sudah dibaca dan diketahui maknanya oleh Fadli Zon. Termasuk tujuan kenapa aturan ini dibuat dan tidak boleh dilanggar,'' ujar Syam.

Syam juga menjelaskan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap bertujuan menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Merujuk pada UU MD3, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota DPR.

Bahkan MKD dalam melakukan penyelidikan dan verifikasi berwenang melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui persoalan tersebut. (***)