MEDAN – Indeks efisiensi energi Indonesia untuk bangunan-bangunan komersial seperti rumah sakit, mall, perkantoran, maupun perhotelan masih jauh di bawah negara-negara Asia lainnya seperti Singapura dan Jepang. Hal itu dikemukakan Ir. Rana Yusuf Nasir, seorang pakar energi yang juga Core Founder Green Building Council Indonesia pada sosialisasi efisiensi energi diselenggarakan Schneider Electric di Hotel Santika Dyandra Medan, Kamis (2/6/2016).

Menurut Rana, kondisi yang masih berada di bawah negara-negara yang sudah maju itu menuntut masyarakat industri, corporate maupun individu agar mau berubah dari kebiasaan boros energi menjadi hemat energi.

Dikatakan Rana Yusuf Nasir, kesepakatan dari rencana induk konservasi energi nasional tahun 2011 menargetkan efisiensi nasional untuk sektor bangunan komersil harus mencapai 15 persen di tahun 2025.

Berdasarkan berbagai rumusan dan matriks yang dilakukan tim ahli, kata Rana, efisiensi energi pada bangunan lama akan memberikan kontribusi yang lebih tinggi terhadap keseluruhan upaya efisiensi energi di sektor bangunan komersil.

“Mengingat hal ini bukan sesuatu yang mudah, maka perlu fokus serius dalam skala nasional untuk melakukan pendalaman dan perluasan efisiensi energi melalui regulasi dan penegakan hukum yang jelas, kebijakan insentif yang menarik, hingga sistem rating yang jelas,” tegas Rana.

Selain itu, katanya, fenomena Internet of Things (IoT) yang saat ini sedang menjadi tren dalam industri IT dan kelistrikan sangat memegang peranan penting guna mewujudkan efisensi energi tersebut.

Apalagi fakta yang ada menunjukkan, bangunan gedung menghabiskan lebih dari 1/3 sumber daya dunia untuk konstruksinya, menggunakan 40 persen dari total energi global dan menghasilkan 40 persen dari total emisi greenhouse gas, papar Rana.

Sementara, Riyanto Mashan selaku Country President Schneider Electric Indonesia mengatakan, teknologi untuk menjawab kebutuhan efisiensi energi terus mengalami evolusi.

"Sejalan dengan fenomena IoT dalam industri IT dan kelistrikan, Schneider Electric berupaya membantu merealisasikan berbagai bentuk pengelolaan energi efisien melalui ragam solusi yang saling terkoneksi antara satu dengan lainnya," kata Riyanto.

Lebih lanjut dikatakannya, Schneider Electric tidak hanya menyediakan teknologi manajemen energi dan automasi, tapi juga software pendukung untuk menciptakan sebuah ekosistem yang memungkinkan terwujudnya open innovation yang berkelanjutan.

"Dalam hal berinovasi, Schneider Electric berpegang pada 5 prinsip utama, yakni menjawab kebutuhan konsumen, berprioritas pada kualitas, menyediakan solusi yang sederhana dan mudah digunakan. Kemudian merangkum solusi dalam sebuah sistem yang terintegrasi guna mempermudah pengawasan, serta memastikan digitalisasi solusi sehingga dapat saling terkoneksi antara satu dengan lainnya," pungkas Riyanto. (Zul Marbun)