JAKARTA- Untuk menangkal extraordinary crime atau kejahatan luar biasa dibutuhkan upaya luar biasa, termasuk didalamnya peningkatan kapasitas SDM aparatur penegak hukum. Demikian pengarahan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada acara Diklat Peningkatan Kapasitas Bagi Para Pejabat Eselon IV dan V Jajaran Pemasyarakatan dan Jajaran Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM TA. 2016 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Metro Jaya, Lido (09/05/2016).

"Ada beberapa persoalan bangsa yang sangat dekat dengan tugas kalian. Kita sekarang dihadapkan pada tantangan dunia exraordinary crime. Kejahatan luar biasa yang perlu penanganan luar biasa. Memerlukan kerja sama lintas sektor, sinergi antar komponen, serta peningkatan SDM aparatur," ucap Yuddy.

Dijelaskan, ada tiga extraordinary crime yang harus diwaspadai, yakni praktek korupsi yang dilakukan dengan cara nonkonvensional. Kemudian terorisme yang didukung teknologi yang canggih dan memiliki struktur organisasi yang modern, serta kejahatan narkotika dengan pola produksi dan distribusi yang sulit diditeksi.

Tugas kita, menurut Yuddy, harus selangkah di depan dalam mengatasi extraordinary crime tersebut. Karena itu, SDM aparatur yang bertugas di lingkungan lembaga pemasyarakatan maupun imigrasi harus mampu mengatasi berbagai permasalahan.

Adanya over capacity pada Lapas. Jumlah lapas di 33 provinsi mencapai 479 dengan kapasitas 119.706 jiwa. Faktanya saat ini seluruh Lapas dihuni okehb183.291 narapidana. Artinya secara keseluruhan terdapat over capacity lebih dari 50 persen, bahkan di Lapas-Lapas tertentu mencapai 100 persen.

Adanya ketidakseimbangan (mismatch) antara kuantitas petugas pemasyarakatan dengan jumlah narapidana. Jumlah penghuni mencapai 183 ribu lebih, sementara petugasnya hanya 14.600 orang.

Ditambahkan Yuddy, permasalahan lainnya adalah adanya mismatch kualitas petugas pemasyarakatan dengan berbagai permasalahan hukum yang dihadapi oleh narapidana. Satu sisi petugas mayoritas berpendidikan SMA tanpa bekal pengetahuan yang memadai, sedangkan di sisi lain sebagian narapidana adalah pelaku kejahatan extraordinary.

"Negara tidak mungkin mampu menghadapi extraordinary crime dan tantangan di era globalisasi apabila aparatur negara tidak meningkatkan kapasitas personalnya," imbuh Yuddy.

Jangan terkecoh dengan pelaku kejahatan yang keelihatan lugu padahal otaknya pinter dan menguasai teknologi. Bagaimana mungkin dapat diantisipasi apabila kecerdasan petugasnya dibawah pelaku kejahatan.

Kompetisi global akan berdampak terhadap motivasi kita semua agar mampu berkompetisi. Kita tidak bisa meninggalkan teknologi. Kita harus mampu menguasai informasi.

"Kita akan tertinggal informasi apabila tidak aktif di media sosial dan tidak memiliki akun facebook dan twitter. Misal apabila terjadi kerusuhan di satu Lapas, maka kita akan terlambat mengatasi permasalahan. Apalagi beririsan dengan extraordinary crime," tukas Yuddy.

Karena itu, Guru Besar Universitas Nasional tersebut mengatakan pentingnya standar SDM yang disesuaikan dengan harapan dan dinamika kehidupan masyarakat. Masyarakat sekarang bisa membandingkan dengan pelayanan di negara lain.

Diungkapkan, selain tantangan globalisasi, kompetisi antar negara serta perkembangan teknologi dan informasi, hal lain yang harus diperhatikan adalah high collaboration, yakni bagaimana satu negara dengan negara lainnya saling bekerjasama.

"Kerja sama dan sinergitas antar negara akan menjamin utuhnya NKRI dan keberlanjutan pembangunan nasional," katanya.

Selanjutnya Yuddy mengharapkan, dalam pelaksanaan Diklat satu minggu ini juga ditumbuhkan dan dicamkan nilai-nilai revolusi mental, baik integritas, etos kerja maupun gotong royong. "Dalam forum ini mari tanamkan kembali nilai-nilai revolusi mental. Mari kita berintrospeksi. Negara kita adalah negara besar membutuhkan aparatur negara yang berjiwa besar," ucap Yuddy.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoli dalam sambutannya saat membuka Diklat tersebut mengatakan bahwa tindakan kejahatan transnasional dengan berbagai modus, semakin berkembang. Karena itu aspek pencegahannya perlu perhatian dan integrasi antar instansi.

"Dampak positif dan negatif kedatangan orang asing harus diwaspadai. Termasuk potensi adanya perdagangan manusia dan anak-anak, korupsi dan narkoba. Untuk itu aparatur keimigrasian harus memiliki wawasan yang komprehensif dan integratif, serta harus memiliki kesiapan mental dan disiplin," ujar Yasona.

Demikian juga dengan petugas pemasyarakatan, menurutnya, memiliki posisi strategis dalam mewujudkan tujuan sistem hukum kita. Kerusuhan yang terjadi, kasus bunuh diri dan peredaran narkoba dalam penjara, harus mendapat perhatian serius.

Ditambahkan, guna mengatasi permasalahan tersebut perlu penanganan menyeluruh. Karena itu, bagi pegawai berprestasi akan dipromosikan dan bagi petugas yang melanggar akan diberikan hukuman disiplin.

"Jumlah petugas dan narapidana saat ini tidak seimbang. Perlu peningkatan kapasitas dan sikap mental petugas agar bersih, jujur dan berintegritas, serta perlu ketaatan petugas dalam melaksanakan SOP yang ditetapkan," ujarnya.

Yasona menutup sambutannya dengan meminta agar pelatihan untuk para petugas pront line ini, diikuti dengan baik dan bertanggungjawab.

"Keluar dari sini harus ada perubahan sikap. Walaupun singkat tapi dapat memotivasi dan merubah sikap. Ikuti dengan baik dan usahakan kegiatan ini dapat melahirkan pemimpin, bukan bos. Bersaing dengan sehat dan tunjukan ketangguhanmu," pungkasnya. rls