ACEH TIMUR - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) meminta  Polda Aceh untuk mengkaji ulang langkah penyidikan terhadap Tgk Zulkarnaini atau sangat dikenal dengan panggilan Tgk. Ni tentang dugaan melakukan penghinaan terhadap presiden Republik Indonesia. Direktur YARA Safaruddin, SH, mengatakan, dasar hukum yang berkaitan dengan delik pidana tersebut beberapa pasalnya telah dihapus oleh Makamah Konstitusi.

“Jangan sampai langkah yang dilakukan Polda Aceh bertujuan penegakan hukum, justru sebaliknya akan melanggar hukum itu sendiri,“ kujar Safaruddin, dalam keterangan pers yang diterima GoAceh.Co Minggu (8/5/2016)

Katanya, semua pihak pasti tidak mentolerir kejahatan penghinaan Presiden RI, namun penegakan hukum juga harus berdasarkan konstitusi, karena permasalahan dugaan terhadap Tgk Ni berupa video menghina presiden karena permasalahan bendera bulan bintang.

Tambah Safaruddin, terkait bendera bulan bintang saat ini di Aceh sudah menjadi polimik yang harus mendapat perhatian serius dari DPRA dan Gubernur Aceh, bahwa persoalan tersebut Kata Safaruddin, telah menyita banyak waktu, tenaga dan biaya, bahkan desakan-desakan yang melanggar etika, seperti perkataan-perkatan tidak etis telah terucapkan akibat polimik bendera tersebut.

“Nah, masyarakat Aceh hari ini perlu diketahui bahwa polimik bendera itu, bukan pada benderanya, tetapi pada konstitusionalitasnya. Dimana Qanun bendera tersebut bukan ditolak oleh Pemerintah Pusat, namun Qanun tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 77 tahun 2007 tentang lambang daerah, “ jelas Safaruddin.

Safaruddin menyebutkan beberapa pasal tentang penghinaan Presiden yang telah dihapus makamah konstitusi, yakni, pasal Pasal 134, Pasal 136, Pasal 137, (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006, menyatakan Pasal 134 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat). Kemudian pasal ?Pasal 154, Pasal 154a, pasal 155 (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-V/2007, menyatakan Pasal 154 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat).

Safaruddin juga mengatakan, “Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor ?31/PUU-XIII/2015? menyatakan Pasal 319 bertentangan dengan UUD 1945 dan ?tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak di maknai 'Penghinaan yang di ancam dengan pidana menurut Bab ini, tidak di tuntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu,” pungkas Safaruddin. (asr)