LANGSA - Pendidikan tidak mengenal batas negara, perbedaan kultur seperti bahasa, warna kulit, kewarganegaraan dan lainnya. Seperti, yang saat ini telah dilakukan terhadap anak-anak pengungsi Rohingya di Kota Langsa, Aceh, dengan memberikan akses pendidikan. "Ini merupakan sejarah bagi dunia internasional, Pemerintah Indonesia, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Langsa dan khususnya SD Negeri 13, karena anak-anak pengungsi bisa bersekolah di sekolah formal," kata Asisten I Pemko Langsa, yang juga sebagai Wasatgas Penanggulangan Pengungsi Rohingya, Suriyatno AP MSP, saat peresmian Program Pendidikan Berkelanjutan untuk Anak Pengungsi, Selasa (3/5/2016), di SD Negeri 13 Langsa.

Untuk diketahui, bahwa mereka (pengungsi Rohingya) di negara Myanmar dikejar-kejar dan tidak diakuinya kewarganegaraan di sana. Sehingga, seluruh hak-hak mereka, seperti hak pendidikan, hak hidup tidak diberikan akses oleh pemerintahnya.

Padahal, hak-hak yang utama bagi para pengungsi adalah hak pendidikan dan itu sudah dilakukan oleh SD Negeri 13 Kota Langsa. Oleh karenanya, apa yang kita lakukan hari ini adalah hal yang positif, karena memberikan dampak yang baik bagi mereka dan yang terpenting memberikan dampak psikologis, tumbuh kembang anak serta pendidikan ini mampu mengikis luka-luka lama yang selama ini mereka rasakan.

Lanjutnya, terkait dengan sampai kapan mereka ada di sini, itu bukan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Langsa, tapi menjadi persoalan politik Pemerintah Indonesia. Kemudian, mereka selain mendapatkan pendidikan di SD Negeri 13, sebagian anak-anak pengungsi juga ada yang bersekolah di TK Pembina di bawah asuhan istri Wakil Wali Kota Langsa, Nurhanifah.

"Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memfasilitasi mereka sehingga bisa mendapatkan akses pendidikan di Kota Langsa," ujarnya sembari menambahkan terkait hal-hal yang belum kita sepakati nanti kita musyawarahkan, yang terpenting mereka bisa mengenyam pendidikan, karena anak-anak pengungsi juga mempunyai hak seperti anak-anak lainnya. (ddk)