ACEH SELATAN - Lahan pembangunan kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Labuhanhaji Barat, Kabupaten Aceh Selatan tahun 2014 disinyalir terjadi penyimpangan, terutama dugaan penyerobotan tanah warga.

Koordinator Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) Forum Pemantau dan Kajian Kebijakan (Formak), Ali Zamzami, mendesak penegak hukum mengusut tuntas kasus penyerobotan tanah warga untuk pembangunan proyek BPP Labuhanhaji Barat yang dikelola Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKPPP) Aceh Selatan tersebut.

“Formak telah melakukan monitoring dan investigasi terhadap dugaan penyerobotan tanah milik warga. Disinyalir ada ketidakberesan dan permainan dalam proyek pengadaan (pembebasan) lahan pembangunan gedung dan pagar yang mengarah pada kerugian keuangan negara,” sebut Ali Zamzami dalam pers release yang dikirim ke GoAceh.co, Sabtu (16/4/2016).

Ada indikasi praktek tindak pidana korupsi dengan mark up volume dan manipulasi data asset daerah ke dalam Surat Hak Milik (SHM) Pemkab Aceh Selatan. Kasus ini menimpa H Syamsul Rizal, warga Gampong Tutong, Kecamatan Labuhanhaji Barat.

Dari investgasi yang dilakukan, lanjut Ali Zamzami, diketahui terjadi pemakaian tanah milik H Syamsul Rizal seluas 29,61 meter untuk pembangunan kantor BPP Labuhanhaji Barat.

“Pernah dilakukan pengukuran tanah dan dibuat berita acara yang ditandatangani Kepala BKPPP Aceh Selatan berinisial MK, Camat Labuhanhaji Barat AU, Keuchik Gampong Kuta Trieng IS dan si pemilik. Bahkan upaya mediasi dan negosiasi gagal terjadi kesepakatan,” ungkap Ali Zamzami.

"Didasari beberapa fakta dan hasil investgasi, kami dari LSM Formak mendesak penegakan hukum melakukan proses penyelidikan serius terhadap pihak terkait atas kasus dugaan penyerobotan tanah warga. Sehingga kasus ini bisa terungkap terang benderang dan tidak ada pihak yang dirugikan," katanya.

Kepala BKPPP Aceh Selatan. Ir H Herman Arsyad MM yang dikonfirmasi media ini mengatakan, pihaknya tidak mengetahui persis persoalan pengadaan tanah untuk pembangunan kantor BPP Labuhanhaji Barat. Alasannya proyek itu dikerjakan pada tahun 2014, yakni sebelum dirinya menjabat kepala BKPPP.

“Kasus itu adalah kasus lama sebelum saya menjadi Kepala BKPPP. Saya tidak tahu persis tentang dugaan itu karena tidak mengetahui kronologinya. Jadi saya tidak bisa memberi keterangan secara detail,” jawab Herman Arsyad singkat.

Hal serupa diutarakan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Aceh Selatan Diva Samudera Putra, SE MM melalui Kabid Aset Elwin SE.

“Terkait pengadaan tanah pembangunan kantor BPP Labuhanhaji Barat, kami belum mengetahui duduk permasalahan yang sebenarnya. Begitu pun terhadap biaya ganti rugi, sebab kasus itu terjadi tahun 2014 di masa pejabat lama,” katanya. (rad)