JAKARTA- Menteri Hukum dan Ham Yassona Laoly menegaskan, tidak adalagi permaslaahan kubu-kubuan ditubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pasca Muktamar Islah.

"Kalau dari kita, ini kan sudah diselesaikan melalui Muktamar. Tinggal sekarang menyusun kepengurusan. Semua pihak dilibatkan, semua kelompok dipersatukanlah dalam kepengurusan itu saja," ungkap Yassona kepada Legislatif.co (GoNews Group), Senin (11/04/2016) di Komplek Parlemen Senayan Jakarta.

PPP menurutnya, saat ini yang harus dilakukan adalah segera menyusun struktur pengurus. "Saya menilai kepengurusan ini sangat penting, karena nanti di daerah juga akan mulai Muswilnya, Musyawarah cabangnya ini akan terus bergulir sampai Musyawarah partainya di tingkat daerah nanti. Kalau masih ada pecah-pecah kan repot nanti urusannya," tegasnya.

Lalu bagaimana dengan proses pengajuan PK? "Saya kira Mahkamah Agung paham benar bahwa ini perkara perdata. Kalau sudah proses islah jalan, semua pihak sudah sepakat, kan di dalam perkara yang kemarin 601 itu intinya Pak SDA tokoh utamanya. Jadi itu yang menggugat supaya di samping yang lain, sekarang Pak SDA sudah bergabung jadi apalagi yang dipermasalahkan," tukasnya.

Jadi menurutnya, hasil Muktamar Islah adalah keputusan tepat dan jalan terbaik bagi Partai berlambang Ka'bah tersebut.

"Ibarat suami isteri, kalau sudah berkelahi di pengadilan, pecahnya di pengadilan, itu pasti persoalannya. Nah kalau sudah baik-baik pasti rujuk lagi, pasti lebih mantap. Saya kira perkembangan yang ada sekarang ini kan tentu menjadi perhatian dari MA juga," jelasnya.

Masih menurutnya, tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan hukum. Namun dirinya juga mengatakan sebagian masalah akan lebih baik jika diselesaikan dengan kesepakatan.

"Ini bukan permasalahan perkara publik, ini perkara perdata. Perkara perdata itu yang paling pokok adalah perdamaian. Muktamar ini sesuai konsitusi AD/ArT partai. Bukan saya tidak memfollow up keputusan Mahkamah Agung, saya sudah follow up. Tapi ada beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi menurut persyaratan Kemenkum HAM. Kan begitu," jelasnya.

Sedangkan terkait tuduhan dirinya tidak patuh dengan keputusan MA, dirinya dengan tegas membantahnya. "Ada yang mengatakan Menkum HAM tidak mematuhi, saya kan mematuhi. Saya kan punya hak untuk meminta dokumen-dokumen yang dibutuhkan persyaratan undang-undang, saya bukan berpihak. Beda dengan Golkar, saya berpihak. Saya ikut membantah, saya ikut me?mberikan bantahan, mengklarifikasi posisi kami sebagai pemerintah. Beda gen-nya, beda.  Jadi hukum itu kadang-kadang dilihat dari kiri-kanan, suka-sukanya. Sudahlah yang bagus itu islah, titik," pungkasnya. ***