JAKARTA- Keisruhan yang terjadi pada saat sidang paripurna DPD RI hari Kamis (17/03/2016) yang lalu menurut Senator asal Jawa Tengah Denty Eka, merupakan akibat adanya upaya memaksa pimpinan sidang menandatangani sesuatu yang diyakini melanggar UU dan tidak ada dalam agenda.

Denty Eka juga menyangkan kejadian seperti itu terjadi dalam sidang paripurna. "Sangat disayangkan karena hal itu melanggar etika dan mekanisme persidangan, lebih lagi yang melakukan seorang politikus senior yang dihormati," ungkap Denty Eka, Minggu (20/03/2016) melalui pres release yang diterima legislatif.co (GoNews Group).

Menurutnya, akibat kejadian tersebut telah mencoreng nama DPD RI, karena media baik cetak, elektronik maupun televisi, menangkap peristiwa itu sebagai persoalan masa jabatan pimpinan. "Padahal, sejatinya itu masalah etika dan upaya penegakan hukum, serta proses demokrasi dan dinamika politik yang berkembang di internal DPD RI," tukasnya.

DPD RI menurut Denty, adalah lembaga 132 orang senator sebagai anggotanya, di mana pimpinan semua alat kelengkapan termasuk di dalamnya, adalah entitas yang independen. Tiap anggota punya hak dan kedudukan yang sama.

"Ibarat fraksi, ada 132 fraksi jadinya. Semua orang boleh bicara mewakili dirinya sendiri di dalam sipur, namun tentu ada batas juga. Ada etika, ada mekanisme, ada kesepakatan terhadap keteraturan persidangan yang harus dihormati. Ada agenda yang dibuat bersama sebelum sipur yang harus dipatuhi. Inilah yang dilanggar," paparnya.

Memang ada aspirasi agar masa kepemimpinan DPD RI dipersingkat menjadi 2,5 tahun dari yang normal 5 tahun, tapi menurut Denty aspirasi ini memang patut dihargai karena bagian dari demokrasi dan dinamika politik. Namun menurutnya harus dibahas dengan baik, disepakati bersama. Apalagi tujuannya untuk meningkatkan kinerja. Tapi, tentu tak boleh dipaksakan oleh siapa pun.

"Pertama, masa jabatan pimpinan itu bukan satu-satunya masalah yang direkomendasikan Pansus Tatib. Ada banyak hal lain yang lebih penting. Kedua, perlu dikaji baik-baik dan mendalam karena itu hal baru. Ketiga, itu bukan hal mendesak di tengah persoalan bangsa dan negara yang memerlukan perhatian DPD RI segera, terutama yang berhubungan dengan kepentingan daerah," tegasnya.

Pada sisi lain, menurut Senator Asal Jawa Tengah ini, ada kelompok yang lebih banyak jumlahnya yang menginginkan tetap saja 5 tahun sebagaimana kelaziman untuk menjamin kontinuitas kerja dan peningkatan kinerja.

"Jadi, urusan masa jabatan pimpinan adalah urusan yang bisa dibicarakan baik-baik secara musyawarah mufakat sesuai arahan konstitusi dan demokrasi Pancasila. Sedangkan kiprah DPD RI di daerah, terutama kegiatan anggota saat reses seperti sekarang, jauh lebih mendesak untuk diputuskan," paparnya lagi.

Karena itu, menurut Denty, banyak anggota DPD RI yang kini menyuarakan agar mari kita lakukan rekonsiliasi, pererat kerjasama antaranggota, dan tingkatkat kerja nyata. "Saya yakin, keriuhan Sidpur hari Kamis lalu hanyalah cerminan dari hasrat semua anggota untuk meningkatkan kinerja lembaga," pungkasnya. ***