JAKARTA - Desa bisa menjadi ujung tombak dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Dengan memanfaatkan dana desa yang anggarannya hampir Rp50 triliun, pengendalian kebakaran lahan bisa lebih profesional.

Menurut Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman, dengan memanfaatkan dana desa, maka Indonesia tidak perlu bergantung pada bantuan asing.

"Dana asing sudah sedikit, syaratnya pun banyak dan sulit," kata dia saat memberikan pidato kunci pada talkshow tentang pengendalian kebakaran hutan yang diselenggarakan Relawan Jaringan Rimbawan di Jakarta, Kamis (10/3/2016).

Apalagi, kata Irman, bantuan asing penuh dengan kepentingan yang bertujuan untuk melemahkan komoditas unggulan Indonesia seperti perkebunan sawit dan industri kehutanan.

Menurut Irman, memanfaatkan dana desa maka pemberdayaan masyarakat bisa terus digenjot. Bersamaan dengan itu sosialisasi mencegah masyarakat terlibat dalam pembakaran lahan bisa diintesifkan.

Irman mencontohkan program desa bebas api yang kini dijalankan oleh sejumlah perusahaan, sebagai upaya kolaboratif yang terbukti berhasil menekan titik api. "Pengendalian kebakaran memang harus melibatkan seluruh stakeholders, jangan saling menyalahkan," katanya.

Ditemui di tempat yang sama, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Irsyal Yasman menyatakan, kebakaran disebabkan faktor yang kompleks dari aspek sosial, politik dan ekonomi.

"Jadi penyelesaiannya pun harus komprehensif dan kolaboratif multipihak," katanya.

Irsyal menekankan tentang pentingnya kejelasan penguasaan lahan di tingkat tapak sebagai penanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, percepatan perizinan berbasis masyarakat di areal open acces pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.

Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, menurut Isryal, anggota APHI terus bersiap. Selain berkolaborasi dengan masyarakat di tingkat tapak, APHI juga membangun sistem deteksi dini bekerjasama dengan Persatuan Sarjana Kehutanan.

Peningkatan sarana dan prasarana untuk oengendalian kebakaram hutan juga sudah ditingkatkan. Terkait pengenaan sanksi terhadap perusahaan yang dituduh terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, Irsyal berharap pemerintah bisa mempercepat proses pencabutan sanksi.

"Pembekuan dan pengambilalihan lahan akan memperluas areal open acces dan meningkatkan konflik sosial.  Peluang kebakaran akan makin besar dan pada akhirnya menurunkan kepercayaan perbankan," katanya.

APHI juga mengapresiasi model langkah pencegahan Karlahut yang dilakukan Polda Kailmantan Barat dengan melibatkan multipihak di tingkat lapangan seperti perusahaan dan masyarakat petani.

Peneliti Cifor (Pusat Studi Kehutanan Internasional) Herry Purnomo mengungkapkan, hasil risetnya di Riau menunjukkan kebakaran, sebanyak 61 persen terjadi di areal open acces. Pelaku pembakaran adalah para petualang lahan dengan latar belakang yang beragam, termasuk unsur masyarakat.

Herry juga mengungkapkan, investor kelas menengah menjadi pihak yang paling rawan terlibat dalam pembakaran, karena kerap mengabaikan legalitas. "Untuk melawan pembakaran maka perlu penguatan jaringan orang baik melawan institusi ilegal," katanya.***