JAKARTA- KTT OKI Jakarta, nantinya diharapkan bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengambil kepemimpinan di dunia Islam, salah satunya dengan menjadikan KTT OKI untuk mendamaikan Iran dan Arab Saudi yang selama ini bersitegang dalam menyikapi permasalahan di Yaman dan Syuriah.

Hal tersebut diungkapkan Direktur The Islah Centre, kepada GoNews Group (Legislatif.co), Jumat (04/06/2016) malam.

"Saya berharap KTT OKI nanti bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Indonesia dan negara-negara peserta harus melakukan reformasi organisasi dan visi keanggotaan, karena OKI selama ini dianggap gagal dalam menyatukan dunia Islam, khususnya di Timur Tengah yang saat ini terdera dengan konflik-konflik dan peperangan," jelasnya.

Dirinya juga berharap negara-negara Islam bisa mencari solusi guna mengakhiri blokade Gaza, dengan membuka terowongan rafah yang menghubungkan Mesir dan Palestina, serta menciptakan penghidupan yang layak untuk masyarakat Gaza.

Selain itu juga, Anggota OKI harus menuntut penghentian pembangunan pemukiman ilegal Israel, dan menghentikan penistaan terhadap masjid al-Quds Asyarief.

"Selama negara-negara Islam masih terhegemoni oleh Amerika Serikat maka deklarasi KTT OKI termasuk di deklarasi Jakarta kelak akan sulit untuk diimplementasikan karena negara-negara anggota OKI selalu terbentur dengan kepentingan-kepentingan Amerika dan sekutunya di Timur Tengah dalam pengimplementasiannya," tukasnya.

Lemahnya political will dari masing-masing negara anggota OKI untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi yang dibuat dalam konferensi tersebut hendaknya tidak terjadi dalam konfrensi OKI di Jakarta.

Politik yang dimainkan negara-negara barat dalam menyuburkan esktrimisme di dunia Islam dan memecah negara-negara Islam dengan membangun poros politik Sunni yang dipimpin Arab Saudi dan Syiah yang dipimpin oleh Iran, menurutnya, akan makin mempersulit pengiplementasian deklrasi yang dihasilkan oleh KTT OKI nanti.

"Ditambah lagi ambiguitas negara-negara Arab dalam upaya mewujudkan kemerdekaan Palestina dan masalah Daulah Islamiah (Negara Islam/ Islamic State)," pungkasnya. ***