PADANG ARO - Sebuah aliran yang dikembangkan sebuah yayasan bernama Mejelis Tafsir Alquran (MTA) ditolok warga Solok Selatan. Menanggapi la­poran warga Jorong Tubo, Nagari Luak Kapau itu, Kepala Sub Bagian Umum Kantor Ke­men­terian Agama Solok Selatan (Solsel), Maha­dolok Ritonga angkat bicara. “Memang kita sudah mendapatkan laporan terkait kebe­radaan yayasan yang bernama Majelis Tafsir Alquran (MTA) di Keca­matan Pauh Duo, ” kata Mahadolok.

Ia mengatakan, untuk menyampaikan atau memberikan suatu paham kepada masyarakat jangan bersikap frontal dalam menyiarkan atau menyampaikan suatu paham.

“Dengan melarang bahkan meng­haramkan sesuatu harus ada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia, tidak bisa hanya berdasarkan suatu paham yang kita ya­kini,” katanya dilansir dari laman solselkab.go.id, Minggu (7/2/2016).

Menurutnya, dalam berdakwah tidak bisa frontal. ”Cara berdakwah pihak yayasan MTA perlu diluruskan,” katanya. Seperti pelarangan menggunakan peci atau kopiah, karena yayasan MTA men­yebutkan hal itu merupakan najis. Padahal, peci atau kopiah merupakan suatu identitas bahkan karomah seorang muslim.

“Dapat dibayang­kan seorang ustad memberikan ceramah kepada umat tanpa menggunakan peci atau kopiah, tentunya tidak me­nunjukkan wibawa atau iden­titas,”terangnya.

Memang jika dikaji secara mendalam yang wajib menutup kepala adalah wanita, tetapi Kemudian, pelarangan melakukan pengajian tiga hari pasca kematian seorang warga.

“Untuk warga yang anggota ke­luarganya meninggal tentu perlu dihibur, nah dengan melakukan pengajian tersebut dapat menghibur pihak keluarga. Tetapi, tidak harus dijamu dengan makanan, apabila keluarga tidak keberatan tidak masalah juga,” tambahnya.

Untuk mengatasi gejolak ditengah ma­sya­ra­kat,katanya, pihaknya melalui pen­yuluh agama yang terdiri dari sembilan puluh tujuh orang dan tersebar di seluruh Solsel.

“Nan­tinya para penyuluh agama melalui dakwah di Masjid atau tempat ibadah akan men­yampaikan kemasyarakat untuk hati-hati terhadap ajaran baru,” lanjutnya.

Sementara, Anggota DPRD Solsel, Mukhlis mengharapkan masyarakat pandai-pandai dalam menyaring suatu aliran atau ajaran baru.

”Hendaknya keberadaan suatu paham jangan sampai merusak tatanan agama dan tidak menimbulkan per­ten­tanng­an bagi warga,” tandasnya.

Sebelum­nya, Kepala KUA Kecamatan Pauh Duo, Zukrinedi menyatakan Masya­rakat meno­lak keberadaan MTA) karena ada ajaran yang bertentangan dengan masyarakat. (***)