JAKARTA - Memasuki masa Persidangan III Tahun Sidang 2015-2016, Panitia Khusus (Pansus) RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) DPR, diminta bergerak cepat membahas RUU LMB, mengingat semakin banyaknya pelanggaran terkait minuman beralkohol (minol) dan minuman keras (miras) di berbagai wilayah di Indonesia.
“Saya sangat berharap target Pansus yang akan menyelesaikan pembahasaan RUU LMB ini pada Juni 2016 tidak molor. RUU ini sudah cukup mendesak, pelanggaran terkait miras belakangan ini semakin marak saja di Indonesia,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (12/1).

Fahira, yang juga Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) mengungkapkan, sesuai agenda, harusnya pada pertengahan Desember 2015 lalu, Pansus RUU LMB sudah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan berbagai ormas dan elemen masyarakat termasuk organisasi yang dipimpinya, tetapi undangan RDP tersebut dibatalkan.

“Kami (Genam) sangat siap jika dimintai pendapat oleh Pansus. Masyarakat banyak bertanya kepada kami, kapan RUU LMB disahkan. Saya harap teman-teman di Pansus memprioritaskan menyelesaikan RUU ini segera, karena sebenarnya pembahasan RUU ini sudah sejak 2013 lalu, tetapi hingga sekarang tak kunjung tuntas,” tukasnya.

Menurut Fahira, saat ini ada kekhawatiran di masyarakat, bahwa nanti sifat RUU ini hanya mengatur minol saja, sehingga dikhawatirkan kehilangan semangat untuk mempersempit secara maksimal ruang produsen, distributor, dan konsumen dan menjadikan minol barang yang sangat terbatas.

“Yang harus diingat, RUU LMB ini sudah mengatur penggunaan minol hanya untuk kepentingan terbatas misalnya ritual adat atau keagamaan, wisatawan, dan farmasi. Saya rasa, RUU ini sudah cukup bijaksana. Jadi kata kuncinya adalah, minol hanya boleh untuk kepentingan terbatas,” jelasnya.

Fahira juga mengharapkan, Pansus tetap menggunakan kata ‘Larangan’ pada RUU, bukan kata ‘Pengaturan’ atau ‘Pembatasan’. Kata ‘Larangan’, lanjut Fahira merupakan makna filosofis dan semangat atau jiwa dari UU ini yang menegaskan bahwa minol adalah barang terlarang, karena tidak hanya merusak badan tetapi juga biang tindakan kejahatan.

“Saya minta kata ‘larangan’ tetap dipertahankan untuk menunjukkan semangat dan jiwa dari undang-undang ini. Sama seperti Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang tetap mempertahankan kata ‘keterbukaan’ sebagai semangat bahwa informasi adalah hak yang harus didapat publik, walau di dalam UU ini juga ada informsi yang dikecualikan. (rls)