PAYAKUMBUH- Kepala Kejaksaan Negeri Payakumbuh, Hasbih melalui Kepala Kejaksaan Negeri Cabang Suliki, Toni Indra mengatakan bahwa pihaknya tengah memperdalam dugaan korupsi pada pembangunan museum Pemerintahan Darurat Republik Indonesi (PDRI) di Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh Kabupaten  Limapuluh Kota yang menelan dana Milyaran rupiah. 

“Hingga kini dugaan korupsi pembangunan museum tersebut, masih kita dalami,”terang Toni, Kamis (10/12) di Aula Kejaksaan setempat di Kawasan Koto Nan IV kepada sejumlah wartawan saat menggelar Pers Gathering.Dugaan korupsi tersebut, mencapai Rp 18 Miliar yang bersumber dari APBN 2013 silam. Pihaknya menduga, Miliar Rupiah uang negara yang diduga di korupsi pada pembangunan gedung tersebut.

Kacab Suliki yang baru bertugas beberapa bulan di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Payakumbuh tersebut, menambahkan, bahwa proyek tersebut dikerjakan oleh rekanan dari Bandung. Dan Indikasi korupsi terjadi pada pembangunan tirap gedung tersebut. Ada penyimpangan senilai Rp 3 Miliar.

Dijelaskan Hasbih maupun Toni Indra dalam moment peringatan hari anti korupsi yang jatuh pada bulan Desember tersebut, awalnya ada anggaran dari ABPN untuk pembangunan gedung PDRI. Dana senilai Rp 18 Miliar itu, masuk dalam Daftar Isian Plafon Anggaran pada Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Limapuluh Kota.“Rekanannya PT PT Delima Agung Utama dengan jadwal kontrak dari September 2013 hingga diperpanjang sampai Februari 2014. Kita menduga ada penyimpangan dalam pembanguan tirap gedung itu. Dan Ini telah kita dalami,”ucapnya.

Sedangkan penanganan tindakan dugaan korupsi pembangunan proyek pasca bencana gunuang Sago yang diungkap Kejaksaan Negeri Payakumbuh semenjak 2011 lalu, yang sampai saat ini masih tersendat. di sebabkan belum diterimanya hasil audit BPKP Sumbar oleh Kejaksaan Negeri Payakumbuh.“Proyek pasca bencana, belum ada tindak lanjutnya. Kita masih menunggu hasil audit dari BPKP Sumbar,”sebut Kajari Payakumbuh, Hasbih didampingi Ade Azhari, Kasi Intel Kejaksaan, dilokasi yang sama.

Menurutnya, belum diterimanya hasil audit dari BPKP tersebut, menyebabkan tindak lanjut proses hukum proyek senilai Rp 15,6 Miliar dari APBN 2010 melal BNPB serta BPBD Limapuluh Kota lalu itu, belum bisa dilakukan. (Esha Tegar).