PEKANBARU - Pengeroyokan yang diduga dilakukan belasan aparat Kepolisian terhadap wartawan RiauOnline, Zuhdy Febriyanto, Sabtu (9/12/2015) lalu, tidak bisa ditolerir.

Pasalnya, kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Pekanbaru, Suryadi, peristiwa ini menciderai hak asasi manusia (HAM) dan memiliki indikasi kuat terjadinya pelanggaran HAM berupa kekerasan dengan hilangnya hak rasa aman.

“Pengeroyokan dan kekerasan terhadap wartawan ini telah memunggungi kebebasan pers dan kerja-kerja jurnalistik yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Suryadi, Rabu, 9 November 2015.

Suryadi menjelaskan, bukti aparat negara secara terang-benderang memposisikan jurnalis sebagai ancaman, bukan mitra strategis dalam era keterbukaan.

“Peristiwa ini (pemukulan dan pengeroyokan) secara terang-benderang mengancam mandat Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers,” jelasnya.

Di samping undang-undang di atas, kata Ketua Tim Kuasa Hukum Zuhdy Febriyanto ini, peristiwa ini mencerminkan belum dihormatinya berbagai konvensi HAM internasional yang sudah diratifikasi Indonesia.

Diantaranya Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik maupun Konvenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

“Secara normatif-yuridis, eksistensi pers dan peran jurnalis sesungguhnya telah dijamin UUD 1945, utamanya dalam menjalankan dua hak asasi sebagai pilar utama demokrasi, hak kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28 E, ayat 2 dan 3) dan hak mendapatkan informasi yang bebas (non-restricted information) yang dijamin pasal 28 F,” kata mantan Ketua LBH/YLBHI Pekanbaru itu.

Dasar ini, tuturnya, diperkuat oleh UU Pers No 40/1999, UU Hak Asasi Manusia No 39/1999, dan UU Kebebasan Informasi Publik No 18/2008.

Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak untuk membentuk pendapatnya secara bebas dalam kaitan kehidupan di ruang publik (Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia dan Pasal Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik). Ini diwujudkan dengan tersedianya informasi secara bebas dan benar bagi masyarakat. Kebebasan pers  mutlak diera Reformasi ini,  karena komunikasi publik dan penyebaran informasi harus senantiasa ada dan tidak boleh dibungkam.

Kasus Zuhdy Febriyanto, korban pemukulan Sabtu, 5 Desember 2015 lalu, merupakan fenomena kekerasan yang semestinya sudah tak perlu terjadi lagi apabila persfektive HAM dan penghargaan pada kebebasan Pers menjadi cara pandang yang menjadi pondasi dalam melaksanakan tugas-tugas profesional kepolisian, sebab itu kami LBH Pers Pekanbaru memandang perlu untuk menyatakan sikap:

1. Mendesak Kapolda Riau untuk menindaklanjuti laporan kasus pemukulan terhadap wartawan Zuhdy Febriyanto.

2. Menegakkan hukum dan delik Pers UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam kasus tersebut.

3. Mendesak Kapolri untuk memberikan kurikulum khusus tentang standar HAM dalam pengamanan, dan pemahaman Undang-undang Pers kepada seluruh jajaran anggotanya di seluruh wilayah Indonesia supaya kejadian serupa yang dialami wartawan tidak terulang lagi di kemudian hari.rls