JAKARTA - Bahwa penegakan hukum di Indonesia belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, juga diakui Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dikutip dari kompas.com, ST Burhanuddin mengakuinya dalam pertemuan koordinasi penguatan nilai-nilai Pancasila pada tingkat Pejabat Tinggi Madya di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).

''Kita sadari upaya penguatan nilai Pancasila tidak mudah. Jujur, kami belum bisa memenuhi apa yang diharapkan masyarakat karena kejaksaan dalam penegakan hukum hanya berdasarkan pada yuridis formal,'' ujar Burhanuddin.

Ia mengatakan, pihaknya ingin agar rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai. Termasuk juga penegakan hukum dapat memberi rasa aman dan adil kepada masyarakat.

Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Sumatera Utara, yakni seorang kakek berusia 68 tahun yang divonis 2 bulan bui hanya karena mencuri getah pohon karet seberat 1,9 kilogram seharga Rp17.000.

''Saya tak bisa salahkan teman-teman di daerah karena aturannya memang begitu,'' kata dia.

Burhanuddin mengatakan, saat ini setiap kali penyidik membuat berita acara pemeriksaan (BAP) selalu tertuang bahwa penegakkan hukum adalah untuk memberikan rasa keadilan dan keamanan demi melindungi masyarakat.

Oleh karena itu, pihaknya akan membuat diskresi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat itu.

Diskresi itu, kata dia, akan diambil dari butir-butir Pancasila sehingga memenuhi rasa keadilan.

''Kami akan buat diskresi-diskresi dan diskresi-diskresi ini sedikit menyimpang dari peraturan yang ada. Dalam rangka menjawab tantangan masyarakat bahwa rasa adil dapat dirasakan,'' kata dia.

Terkait beberapa contoh kasus ketidakadilan yang terjadi di daerah, kata Burhanuddin, pihaknya tak bisa menyalahkan anggota-anggota kejaksaan di sana karena mereka melakukan yuridis formal.

Namun ke depan, ia berjanji tak akan ada lagi masyarakat kecil yang terluka karena tak mendapat rasa keadilan.

''Ini suatu penuntutan yang tidak mengacu pada Pancasila, padahal seharusnya hak-hak rasa adil, masyarakat dapat menerimanya,'' pungkas dia.***