JAKARTA - Presiden bisa mengubah UU lewat Peraturan Pemerintah (PP). Demikian bunyi pasal 170 ayat (1) naskah akademik (NA) draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Dikutip dari sindonews.com, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengaku tidak yakin ada dalam draf RUU Cilaka yang menyebutkan bahwa UU bisa diubah dengan PP atau Perpres.

Menurutnya, UU dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dan hal itu bisa dilakukan sejak dulu dan sampai kapan pun.

''Tapi kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan Perpres itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada begitu,'' kata Mahfud usai diskusi di Kampus UI Depok, Senin (17/2/2020).

Diketahui, dalam BAB XIII Tentang Ketentuan Lain-Lain Omnibus Law Pasal 170 menjadi sorotan karena menyebutkan: (1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.

(2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Mahfud mengatakan, jika terjadi bunyi dalam pasal yang demikan, pihaknya meminta semua pihak menyampaikan kepada DPR dalam pembahasan nanti. "Coba nanti dipastikan lagi deh saya tidak yakin kok ada isi UU bisa diganti dengan Perppu,'' tandasnya

Tidak Dimungkinkan

Sementara Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsuddin secara tegas menyebut ketentuan itu tidak dimungkinkan dalam hukum normatif. Tetapi, Azis menduga bahwa ada kemungkinan salah ketik.

''Oh ya, enggak bisa ini. Perubahan ketentuan ini dengan PP, ya enggak bisa. Secara hukum normatif, PP nggak bisa ubah undang-undang,'' kata Azis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).

Namun demikian, politikus Partai Golkar ini enggan menyebut ketentuan itu salah. Hanya saja, dia menduga bahwa terjadi salah pengetikan terhadap NA tersebut. ''Saya nggak bisa bilang salah. Mungkin salah ketik,'' ucapnya.

Menurut Azis, mungkin saja pemerintah melakukan kesalahan. Dan lagi, apa yang termuat masih berupa usulan ketentuan hukum yang bersifat progresif. Hanya saja, ada beberapa pakem-pakem dalam filosofi hukum yang tidak bisa ditabrak.

''Secara filosofi hukum nggak bisa. PP itu nggak bisa mengubah undang-undang. Itu tata urutan perundang-undangan begitu,'' tegasnya.

Azis menuturkan, karena ini masih berupa draf, maka akan diluruskan secara yurisprudensi dan konstitusi UU yang ada dimana, ketentuan itu tidak bisa diubah. Bahkan, sudah ada putusan yurisprudensi bahwa pembatalan setingkat peraturan daerah (Perda) pun melalui mekanisme gugatan melalui Mahkamah Agung (MA).

''Itu sudah ada yurisprudensi kok, tapi apakah itu bisa diluruskan nanti saya sampaikan dalam pembahasan nanti dalam pembahasan ada diskusi akan melihat pertimbangan secara yurisdiksinya seperti apa, yurispudensinya seperti apa, hukum normatifnya seperti apa. Kalau dengan PP nggak bisa (batalkan UU). Tapi kalau dengan Perppu (peraturan pemerintah pengganti UU) kan bisa,'' imbuhnya.

Selain itu, Azis juga menegaskan RUU Cipta Kerja ini belum melalui proses pembahasan karena DPR baru menerima draf, NA dan Surat Presiden (Surpres) RUU ini. Sehingga, pihaknya belum membahas detail per pasal RUU Cipta Lapangan Kerja bersama pemerintah. Tetapi, DPR akan mengonfirmasi kepada pemerintah dalam pembahasan.

''Nanti. Kan nanti dalam pembahasan aja. Dalam pembahasan kan bisa dibahas. Kan ini bukan rigid, paten. Masih dimungkinkan dilakukan perubahan,'' tandasnya. ***