JAKARTA - Flight Information Region (FIR) atau kendali ruang udara penerbangan Republik Indonesia (RI) di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, ternyata dikuasai Singapura sejak tahun 1946. Dikutip dari merdeka.com, Pemerintah Indonesia tengah berupaya mengambil alih kendali ruang udara penerbangan di wilayah Kepulauan Riau tersebut dari Singapura. melalui proses negosiasi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan Indonesia menerima kerangka kerja untuk negosiasi kendali ruang udara penerbangan yang disepakati oleh Indonesia dan Singapura. Menurutnya, Indonesia ingin bisa mandiri mengawasi wilayah udaranya sendiri.

Sementara itu, Menteri Koordinator Maritim, Luhut Panjaitan, mengatakan, Indonesia dan Singapura telah saling sepakat terhadap kerangka negosiasi untuk kendali ruang udara. Diharapkan kesepakatan bisa dicapai dalam waktu dekat.

Kendali ruang udara penerbangan di wilayah Kepulauan Riau dan perairan Natuna dikuasai Singapura dan Malaysia berawal pada pertemuan International Civil Aviation Organization (ICAO) di Dublin, Irlandia, pada Maret 1946. Saat itu, ICAO memercayakan Singapura dan Malaysia untuk mengelola FIR Kepulauan Riau. Singapura memegang kendali sektor A dan C, sedangkan Malaysia mengendalikan sektor B.

Alasan Singapura ditunjuk untuk mengelola kendali ruang udara Kepri, karena saat itu Singapura merupakan negara jajahan Inggris yang dinilai mampu secara peralatan dan sumber daya manusia. Tak hanya itu saja, otoritas Singapura saat itu memang dekat dengan FIR Kepri.

Kemudian tahun 1993, Indonesia mencoba meyakinkan ICAO di Bangkok, Thailand, untuk bisa mengambil alih FIR. Namun gagal, karena Indonesia dianggap belum bisa mengendalikan FIR Kepri dari segi peralatan dan infrastrukturnya.

Singapura memegang kendali sektor A dan C, sedangkan Malaysia mengendalikan sektor B. Rinciannya, sektor A mencakup wilayah udara di atas 8 kilometer sepanjang Batam dan Singapura. Sektor B mencakup kawasan udara di atas Tanjung Pinang dan Karimun.

Kemudian sektor C berada di wilayah udara Natuna. Untuk sektor C, dikendalikan oleh Singapura di atas 24.500 kaki dan Malaysia di bawah 24.500 kaki.

Secara keseluruhan, Singapura menguasai sekitar 1.825 kilometer wilayah udara. Wilayah itu mencakup Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Natuna, Serawak dan Semenanjung Malaya.

Upaya Mengambil Alih

Indonesia sudah beberapa kali melakukan upaya agar ruang kendali udara jatuh ke tangan Indonesia dari Singapura. Upaya itu pertama kali dilakukan pada tahun 1993.

Kala itu, Indonesia mencoba meyakinkan ICAO di Bangkok, Thailand, untuk bisa mengambil alih FIR. Namun gagal, karena Indonesia dianggap belum bisa mengendalikan FIR Kepri dari segi peralatan dan infrastrukturnya.

Kemudian tahun 2015, Presiden Jokowi memerintahkan mengambil alih pengelolaan navigasi (Flight Information Ragion/FIR) blok ABC yang selama ini dikelola oleh Singapura dan Malaysia.

Pada 2019, Indonesia menerima kerangka kerja untuk negosiasi FIR yang disepakati oleh Indonesia dan Singapura. ''Indonesia menghormati posisi Singapura yang memahami keinginan Indonesia untuk mengawasi wilayah udara kami sendiri,'' kata Presiden Jokowi.

Kesepakatan Kerangka Negosiasi

Menteri Koordinator Maritim, Luhut Panjaitan, mengatakan Indonesia dan Singapura telah saling sepakat terhadap kerangka negosiasi untuk Flight Information Region (FIR) atau kendali ruang udara. Diharapkan kesepakatan bisa dicapai dalam waktu dekat.

''Kedua negara telah melakukan kesepakatan terhadap framework pada tanggal 12 September dan pada tanggal 7 kemarin tim teknis masing-masing negara telah bertemu. Setelah puluhan tahun dari tahun 1946, sekarang ini baru terlihat progres nya. Prosesnya dirasa lama karena negosiasi harus memberikan win-win solution,'' ujar Menko Luhut usai mendampingi Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Tahunan Pimpinan Indonesia-Singapura (Indonesia-Singapore Annual Leader's Retreat) di Singapura, Selasa (8/10).***