PORT MORESBY - Sekitar 30 wanita dan anak-anak tewas dibantai di di salah satu kawasan dataran tinggi di Papua Nugini, pekan lalu. Dikutip dari liputan6.com, Menteri Kepolisian Papua Nugini Bryan Kramer mengatakan, peristiwa itu ''pembunuhan balas dendam terburuk'' dalam sejarah Papua Nugini.

Kramer membuat deklarasi setelah mengunjungi provinsi Hela, di mana 16 orang dibantai oleh klan saingannya yang oleh Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape, digambarkan sebagai ''panglima perang''..

Motif pembantaian pada pekan lalu itu tidak jelas, dan jumlah total korban tewas dari serangkaian serangan juga bervariasi, menurut laporan yang dikutip dari The Guardian, Senin (15/7/2019).

Setelah perjalanan satu hari ke daerah itu, Kramer menyatakan, tampaknya klan yang berperang telah mengambil langkah tidak biasa, menargetkan wanita dan anak-anak setelah ibu dari seorang pemimpin suku terbunuh dalam serangan sebelumnya.

''Pembunuhan mengerikan terhadap 23 wanita (dua di antaranya hamil) dan (sembilan) anak-anak adalah pembunuhan balas dendam terburuk dalam sejarah negara kami,'' ujar Kramer di hadapan wartawan pada Ahad (14/7).

Sementara, kekerasan suku merupakan masalah yang sudah berlangsung lama di Papua Nugini, serangan terhadap wanita dan anak-anak pada dasarnya belum pernah terjadi sebelumnya, kata pihak berwenang dan penduduk setempat.

Saling Balas Dendam

Dalam sebuah pernyataan di Facebook, Kramer mengaku diberi tahu tentang pecahnya kekerasan terbaru, berpusat di sekitar suku Oi Kiru dan Libe yang berperang.

Salah seorang sosok utama klan Libe terbunuh pada Juni, memicu serangan balas dendam yang menyebabkan enam anggota Oi Kiru meninggal, termasuk ibu dari pemimpin penting.

Kramer mengatakan senapan bertenaga tinggi kemudian digunakan dalam pembalasan pembunuhan di sebuah desa kecil, Peta, di mana tiga wanita dan tiga anak tewas.

Kejadian mengarah pada insiden lain yang lebih buruk, yakni ketika sekelompok pria muda menggerebek desa Karida pada Senin dini hari. Mereka menggunakan parang untuk membunuh sembilan wanita dan tujuh anak.

''Dua dari korban wanita itu hamil,'' kata Kramer.

Jadi Buron

Menurut Kramer, mereka yang bertanggung jawab dilaporkan telah meninggalkan provinsi terkait. Sementara penduduk Karida mengatakan mereka tidak akan melakukan pembalasan terhadap insiden yang menyisakan duka mendalam itu.

''Kami tengah membahas upaya strategis menggunakan teknologi drone dan pengawasan satelit, untuk melacak dan menangkap mereka yang dalam pelarian,'' kata Kramer.

''Unit intelijen juga akan dibentuk untuk mengumpulkan informasi dari masyarakat,'' tambahnya.

Di lain pihak, pemerintahan PM Marape mengirim pasukan pertahanan sebagai tanggapan atas meningkatnya kekerasan pekan lalu, sementara PBB menyerukan intervensi segera untuk membawa para pelaku ke pengadilan.

Menyebut pembantaian Karida sebagai "salah satu haru yang paling menyedihkan", PM Marape bersumpah menggunakan langkah-langkah hukum terkuat untuk menindak para pelaku.***