JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Evi Novida Ginting Manik sebagai Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang KPU RI. Sebab, DKPP menilai Evi terbukti melanggar kode etik penyelenggara Pemilu. Dikutip dari beritasatu.com, sanks terhadap Evi disampaikan dalam sidang DKPP dengan agenda pembacaan putusan dari 16 perkara pada Rabu (10/7/2019). Selaku ketua majelis Dr. Harjono, dan anggota majelis Prof Muhammad, Prof Teguh Prasetyo, Dr. Alfitra Salamm, serta Dr. Ida Budhiati. Selaku pengadu, Adly Yusuf Saepi, PNS/ mantan anggota KPU Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara Periode sisa masa jabatan 2014-2019. Ia memberikan kuasa kepada Andri Darmawan, Andi Muhammad Hasgar AS.

Selain kepada Evi, DKPP juga menjatuhkan sanksi berupa peringatan terhadap Teradu I Arief Budiman selaku Ketua KPU RI, Teradu II Ilham Saputra, Teradu IV Viryan, Teradu V Pramono Ubaid Tantowi, dan Teradu VII Hasyim Asy’ari. Sementara kepada Teradu III Wahyu Setiawan, DKPP menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras.

''Menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang kepada Teradu VI Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak dibacakannya Putusan ini,'' kata Ketua Majelis Harjono saat membacakan amar putusan untuk nomor perkara 31-PKE-DKPP/III/2019.

Dalam perkara ini, Pengadu mendalilkan bahwa para Teradu melalui Tim Seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara Periode 2018-2023 tidak meloloskan Pengadu dalam tahap administrasi karena menggunakan Rekomendasi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Pengadu yang ditandatangani oleh Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Atas Nama Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara. Padahal ada beberapa calon Anggota KPU Kabupaten lainnya di Provinsi Sulawesi Tenggara dinyatakan lolos dengan menggunakan rekomendasi yang sama.

Pengadu juga mendalilkan bahwa telah terjadi kebocoran dokumen negara yaitu bank soal Tes CAT KPU beserta kunci jawaban dalam Seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara Periode 2019-2024 yang diduga dibocorkan dan diperjualbelikan oleh oknum Mantan Anggota KPU Kabupaten Kolaka Timur Periode Sisa Masa Jabatan 2014-2019 atas nama Iwan Kurniawan yang juga berstatus sebagai Staf PNS KPU Provinsi Sulawesi Tenggara dan oknum Staf Sekretariat PNS Biro SDM dan Perencanaan KPU Provinsi Sulawesi Tenggara atas nama Nirwana sebelum Tes CAT KPU dilaksanakan pada tanggal 19 November 2018.

Dalam pertimbangan DKPP, Anggota Majelis Hakim Muhammad, mengatakan, DKPP berpendapat bahwa terbukti terdapat perlakuan berbeda dan ketidakkonsistenan yang dilakukan oleh para Teradu dalam menyikapi persyaratan administrasi rekomendasi PPK terhadap Pengadu maupun dalam seleksi Calon anggota KPU Kabupaten Kolaka Timur dengan Muhammad Aswar dan Seni Marlina dalam seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan.

''Para Teradu semestinya menerapkan standar yang sama dalam setiap seleksi calon anggota KPU Kabupaten/ Kota demi adanya kepastian hukum,'' kata Muhammad.

Selain itu para Teradu semestinya berpedoman pada ketentuan Pasal 10 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 yang menyebutkan dalam melaksanakan prinsip adil, penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat dalam proses Pemilu.

''Tindakan para Teradu terbukti telah melanggar prinsip adil dan Kepastian hukum, Pasal 10 huruf a jo Pasal 11 huruf c Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,'' ungkap dia.

''Teradu III Wahyu Setiawan selaku Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan SDM sebagaimana dalam SK KPU RI Nomor 55/Kpts/KPU/TAHUN 2017 tanggal 13 April 2017 memiliki tanggungjawab etik yang lebih atas ketidakpastian hukum sebagai akibat dari perlakuan berbeda dalam menyikapi persyaratan administrasi peserta seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara terkait rekomendasi PPK Plh Sekda,'' jelas Muhammad menambahkan.

Terkait kebocoran, lanjut dia, DKPP berpendapat bahwa berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi terbukti terdapat kebocoran soal CAT dalam proses seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Timur. Iwan Kurniawan selaku staf sekretariat KPU Provinsi Sulawesi Tenggara terbukti menyebarluaskan soal seleksi dimaksud.

''DKPP memerintahkan kepada Iwan Kurniawan untuk dilakukan pembinaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan karena terbukti telah melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu,'' tandas dia.

DKPP, kata Muhammad, tidak membenarkan tindakan para Teradu dalam menindaklanjuti kebocoran soal dengan melanjutkan proses seleksi dan mendiskualifikasi peserta yang diduga menerima bocoran soal. Para Teradu semestinya melaksanakan seleksi ulang secara transparan dan akuntabel.

''Tindakan mendiskualifikasi peserta yang diduga menerima bocoran karena memperoleh nilai CAT tinggi tidak dapat dibenarkan, karena tidak ada kepastian hukum mengenai hal tersebut,'' terang Muhammad.

Bahwa berdasarkan fakta persidangan, yaitu keterangan Pihak Terkait a.n Alfero yang memperoleh nilai tertinggi menyatakan tidak pernah mendapatkan bocoran soal dimaksud. Berdasarkan fakta persidangan tersebut di atas para Teradu terbukti telah melanggar prinsip kepastian hukum Pasal 11 huruf (c) Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

''Teradu VI Evi Novida Ginting Manik selaku Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang sebagaimana dalam SK KPU RI Nomor 186/ORT.01.1-Kpt/01/KPU/I/2019 tanggal 8 Januari 2019 memiliki tanggung jawab etik yang lebih atas ketidakpastian hukum sebagai akibat dari simplifikasi melakukan diskualifikasi seluruh peserta yang memiliki nilai CAT tinggi tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan,'' pungkas Muhammad.

Untuk diketahui bahwa sanksi pemberhentian dari jabatan sebagai ketua divisi tidak menghilangkan statusnya sebagai anggota atau komisioner KPU. Hak dan kewajibannya sebagai anggota/komisioner tetap melekat kepada yang bersangkutan.***