JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Mekumham) Yasonna Hamonangan Laoly, terkait kasus megakorupsi KTP elektronik (E-KTP). ''Saksi Yasonna Hamonangan Laoly diperiksa untuk tersangka MN (Markus Nari),'' ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (25/6), seperti dikutip dari merdeka.com.

Politisi PDIP itu akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan anggota Komisi II DPR RI. Selain Yasonna, KPK juga akan memeriksa mantan Menpan RB Taufiq Effendi dan anggota DPR Arif Wibowo sebagai saksi untuk Markus Nari.

Dalam perkara e-KTP ini KPK sudah mengantarkan tujuh orang ke dalam penjara. Ketujuh orang tersebut dinilai hakim terbukti melakukan kerugian negara Rp2,3 triliun dari proyek sebesar Rp5,9 triliun.

Dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR Setya Novanto yang juga 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari masih menjalani proses penyidikan.

Sebelumnya, KPK menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Markus diduga memperkaya diri sendiri, orang lain maupun perusahaan atas kasus e-KTP. Oleh karena itu, penyidik mengenakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Ini merupakan status tersangka kedua bagi Markus. Markus Nari juga dijadikan tersangka dalam kasus merintangi proses hukum. Markus diduga menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani agar memberikan keterangan tidak benar pada persidangan.

Markus Nari juga diduga memengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto pada persidangan kasus e-KTP. Markus dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.***