SEMARANG - Kematian ratusan petugas KPPS Pemilu 2019 dinilai janggal, karena itu Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah (Jateng) mendesak kepolisian untuk segera melakukan autopsi terhadap para korban. ''Kasus meninggalnya petugas KPPS dan anggota TPS memang masih janggal. Satu cara yang bisa membuktikan dengan autopsi. Dengan hasil autopsi bisa ketahuan hasil visumnya, saya kira atas nama negara bisa dilakukan demi mengungkap kasus ini,'' kata pelaksana tugas Ketua Ombudsman Jawa Tengah, Sabarudin Hulu di Semarang, Kamis (30/5), seperti dikutip dari merdeka.com.

Dia menegaskan, kepolisian harus bisa mengungkap kasus kematian yang melibatkan ratusan petugas KPPS dan TPS. Sebab dalam penyelidikan kasus tersebut dinilai gagal menemui titik terangnya.

''Kita perhatikan justru data yang korban meninggal ini masih sebatas audit verbal saja. Seperti yang dilakukan Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Padahal itu belum bisa dijadikan patokan data permanen. Masih sekadar data yang terus berjalan hingga kini,'' jelasnya.

KPU RI hingga kabupaten/kota dinilai telah melakukan maladministrasi dalam proses seleksi KPPS dan pengawas TPS untuk penyelenggaraan Pemilu 2019. Sebab, pihaknya mencermati setiap petugas tidak pernah diberi perlindungan hukum yang cukup.

''Jadi pemberian honor bagi petugas juga tidak ada patokan yang pasti. Termasuk jam kerja di lapangan yang terkesan diforsir, ini yang menimbulkan banyak korban berjatuhan,'' jelasnya.

Terkait batasan usia petugas yang direkrut telah berusia di atas 40 tahun. Ini sudah termasuk kelalaian petugas KPU dalam seleksi. Apalagi pemerintah tidak memberikan perlindungan kesehatan bagi petugas.

''Jadi yang dilihat sekarang kan dari segi umur hanya ada batasan minimal saja. Temuan-temuan ini kita peroleh dari keterangan keluarga korban,'' tutupnya. ***