JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan Mayjen (Purn) Kivlan Zein sebagai tersangka kasus makar. ''Iya benar. Selanjutnya tunggu dari Bareskrim,'' kata Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, saat dikonfirmasi kumparan, Senin (27/5).

Kivlan Zein merupakan salah satu tokoh militer di Indonesia. Pria kelahiran Langsa, Aceh, 24 Desember 1946 itu bergabung dan menjadi anggota TNI--yang saat itu masih bernama ABRI--pada 1971.

Sejak lulus dari Akademi Militer, Kivlan banyak mengemban tugas di satuan Kostrad dan memimpin satuan tempur elite di korps baret hijau ini. Puncaknya, dia pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad.

Perjalanan tugasnya di medan perang juga tak bisa dianggap remeh. Kivlan terlibat dalam penegakan kedaulatan RI di Irian Jaya (sekarang Papua) pada 1972-1983, penegakan kedaulatan RI di Timor Timur pada 1985-1988, operasi perdamaian di Filipina Selatan 1995-1996.

Pengalamannya ini membawanya menjadi salah satu negosiator ulung dalam hal pembebasan sandera. Kivlan terlibat langsung dalam upaya pembebasan 18 WNI di Filipina. Sebanyak 18 WNI ini sempat disandera oleh kelompok milisi Abu Sayyaf Filipina (2016).

Sederet perjuangannya dalam menegakkan NKRI inilah yang membuatnya heran dilaporkan soal upaya makar. Dia menilai, tuduhan itu sangat tidak berdasar.

''Saya ini Mayjen (Purn) TNI yang sudah punya kerja nyata untuk bangsa Indonesia ini. Saya pernah membebaskan sandera, pernah mendamaikan pemberontak Filipina, saya pernah membebaskan sandera 2016, saya membebaskan sandera tahun 73,'' kata Kivlan di Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (13/5).

''Saya sudah berbuat untuk bangsa Indonesia, saya sudah melakukan sesuatu, saya ikut menegakkan kemerdekaan di Papua, saya juga bertempur di situ,'' lanjut Kivlan.

Kivlan Zein dilaporkan oleh warga bernama Jalaludin dan Eman Soleman pada tanggal 7 Mei 2019. Laporan tersebut telah diterima oleh polisi dengan nomor LP/B/0442/V/2019/BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019 dengan terlapor Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein. Pada Pilpres 2014 dan 2019, Kivlan memilih ada di belakang Prabowo Subianto.

Pernyataannya dalam mengkritisi Jokowi dan pemerintah terbilang cukup gencar. Mantan Panglima Divif-2/Kostrad itu bukan pertama kali tersandung kasus dugaan makar. Kivlan pernah ditangkap atas tuduhan yang sama pada 2016.

Kivlan bersama dengan sejumlah tokoh lainnya, seperti Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, Ahmad Dhani, Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar ditangkap pada Jumat, 2 Desember 2016 dinihari.

Mereka ditangkap sesaat sebelum aksi 212. Dari penangkapan itu, hanya Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar yang ditahan. Sisanya dipulangkan.

Kini, untuk keduakalinya, Kivlan dijerat dugaan kasus makar. Dia merasa tidak ada pernyataan yang menunjukkan upaya makar. Pernyataannya hanya bagian dari kritik terhadap pemerintahan Jokowi.

''Masa saya menyampaikan, karena memberikan pendapat di sini sudah mulai dikurangi, saya menyampaikan supaya adil, dan saya sampaikan dulu kita perjuangkan 98, Pak Habibie membuat UU Nomor 9 Tahun 1999, kita bebas berpendapat dan merdeka berpendapat ya,'' imbuh Kivlan.

Kivlan sempat disebut-sebut akan melarikan diri ke Brunei Darussalam. Tapi, hal itu dibantah.

Polisi saat itu mendatangi Kivlan di Bandara Soekarno-Hatta untuk mengantarkan langsung surat panggilan pemeriksaan sebagai saksi. Kivlan saat itu akan terbang ke Bangka untuk bertemu keluarganya.

Polisi juga sempat melayangkan surat permintaan pencekalan terhadap Kivlan Zen ke Ditjen Imigrasi. Tapi surat itu kemudian dicabut.***