JAKARTA - Sedikitnya 20 jurnalis dari berbagai media menjadi korban kekerasan dan intimidasi dalam kerusuhan yang terjadi di beberapa titik di Jakarta, pada 21 dan 22 Mei 2019. Dikutip dari tribunnews.com,, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menduga pihak kepolisian dan massa aksi menjadi pelaku kekerasan tersebut.

Kekerasan yang dialami jurnalis berupa pemukulan, penamparan, intimidasi, persekusi, ancaman, perampasan alat kerja jurnalistik, penghalangan liputan, penghapusan video dan foto hasil liputan, pelemparan batu, hingga pembakaran motor milik jurnalis.

Mayoritas kasus kekerasan itu terjadi saat para jurnalis meliput aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Bawaslu, di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.

Beberapa kasus di antaranya, aparat kepolisian melarang jurnalis merekam aksi penangkapan orang-orang yang diduga sebagai provokator massa.

Para jurnalis tetap mengalami kekerasan meskipun mereka sudah menunjukkan identitasnya, seperti kartu pers kepada aparat.

Aparat menunjukkan sikap tak menghargai kerja jurnalis yang pada dasarnya telah dijamin dan dilindungi Undang-Undang Pers.

Sampai saat ini AJI Jakarta masih mengumpulkan data dan verifikasi para jurnalis yang menjadi korban. Tak menutup kemungkinan, masih banyak jurnalis lainnya yang menjadi korban dan belum melapor.

Berikut ini data yang dicatat AJI Jakarta terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis.

1. Budi, kontributor CNN Indonesia TV, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja, dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

2. Intan dan Rahajeng, jurnalis RTV, mengalami persekusi oleh massa aksi.

3. Draen, jurnalis Gatra, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh polisi.

4. Felix, jurnalis Tirto, dihalangi saat liputan.

5. Dwi, jurnalis Tribun Jakarta, mengalami kekerasan tidak langsung, kepala bocor terkena lemparan batu massa aksi.

6. Ryan, jurnalis CNN Indonesia.com, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja, dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

7. Seorang reporter lainnya dari CNNIndonesia.com juga mengalami penghalangan peliputan dan perampasan paksa alat kerja oleh Polisi.

8. Ryan, jurnalis MNC Media, alat kerjanya dirampas oleh massa aksi.

9. Fajar, jurnalis Radio MNC Trijaya, mengalami kekerasan fisik, penghapusan karya jurnalistik, dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

10. Fadli, jurnalis Alinea.id, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan.

11. Fahreza, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan alat kerja/motor oleh massa aksi.

12. Putera, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan motor oleh aparat.

13. Aji, jurnalis INews TV, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh aparat Kepolisian.

14. Setya, jurnalis TV One, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

15. Ario, VJ Net TV, mengalami perusakan alat kerja/motor dibakar.

16. Yuniadhi, fotografer Kompas, motornya dirusak.

17. Topan, fotografer Tempo, mengalami kekerasan tidak langsung, matanya kena serpihan dari bom molotov massa aksi.

18. Niniek, jurnalis AP, mengalami persekusi online (doxing).

19 Seorang kru ABC News mengalami intimidasi oleh aparat Polisi.

''Kasus kali ini merupakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terburuk sejak reformasi,'' tulis AJI Jakarta dalam keterangannya.

Atas tindakan itu, AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun massa aksi. Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik.

Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.

''Kami mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan,'' tulis dalam keterangan yang diterima.

''Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya,'' tambah dalam keterangan tersebut.

Atas peristiwa tersebut AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan dan menyerukan:

1. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, baik oleh polisi maupun kelompok warga.

2. Mengimbau kepada para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan. Memberikan pembekalan pengetahuan Safety Journalist dan penanganan trauma yang terjadi selama peliputan.

3. Mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.***