TRIPOLI - Penerbangan di Bandara Internasional Mitiga di Tripoli, Libya, dibatalkan dan ribuan penumpang dievakuasi, Senin (8/4), karena adanya serangan udara terhadap Bandara tersebut. Dikutip dari merdeka.com, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam serangan udara ke satu-satunya bandara yang berfungsi di ibu kota Libya tersebut. PBB menuding serangan udara itu dilakukan oleh pasukan yang setia kepada Jenderal Khalifa Haftar, seorang komandan dari timur yang berusaha merebut ibu kota Libya.

Seorang juru bicara pasukan Jenderal Haftar mengatakan pesawat sipil belum menjadi sasaran, lapor kantor berita Reuters.

Jenderal Haftar, yang memimpin Tentara Nasional Libya (LNA), menyatakan perlawanan untuk mengambil alih Tripoli dari pemerintah Libya yang didukung PBB pekan lalu.

Oleh pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Serraj, Jenderal Haftar dituduh berusaha melakukan kudeta. Setidaknya 2.800 orang sejauh ini melarikan diri dari pertempuran di Tripoli, kata PBB.

Selain itu, PBB juga memperingatkan bahwa masih banyak orang yang berisiko terputus dari layanan vital, misalnya listrik dan air, karena bentrokan yang kian meluas.

Utusan pemerintah Libya untuk PBB, Ghassan Salame mengatakan, serangan udara pada Senin melanggar hukum humaniter yang melarang serangan terhadap infrastruktur sipil.

Salame mengatakan, pemboman itu menandai ''meningkatnya kekerasan di darat''.

Sementara itu, berbagai negara telah mulai mengevakuasi personelnya keluar dari Libya dalam beberapa hari terakhir, karena situasinya kian memburuk.

Data Kementerian kesehatan Libya menyebutkan, sedikitnya 25 orang tewas dan 80 lainnya cedera, termasuk warga sipil dan tentara pemerintah. Di lain pihak, pasukan pendukung Jenderal Haftar mengatakan mereka telah kehilangan setidaknya 19 personel dalam bentrokan yang sama.

Sebelumnya, PBB sempat menyerukan gencatan senjata selama dua jam pada Ahad untuk memungkinkan evakuasi korban dan warga sipil, namun pertempuran terus berlanjut.

Libya telah dihancurkan oleh kekerasan, ketidakstabilan politik dan perebutan kekuasaan sejak penguasa lama Moamar Khadafi digulingkan dan dibunuh pada 2011.

Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) telah dibentuk sejak perundingan damai pada 2015, dan mendapat dukungan luas dari PBB. Meski begitu, mereka kerap mengalami kesulitan dalam mengendalikan kekuasaan nasional.

Jenderal Haftar yang bersekutu dengan oposisi, terus berupaya merebut kendali atas Tripoli dari basis mereka di Kota Tobruk, di Libya timur.

Jauh sebelum konflik memanas, Jenderal Haftar adalah sosok yang membantu Khadafi merebut kekuasaan pada 1969. Namun, pengaruh fenomena Arab Spring membuat keduanya jatuh, dan ia pergi ke pengasingan di Amerika Serikat.

Jenderal Haftar kembali ke Libya ketika pemberontakan melawan Khadafi dimulai pada hampir satu dekade lalu, dan ia beralih menjadi komandan pemberontak.

Sejak itu, dia dan pasukan LNA-nya terus meraih dukungan luas, hingga pada awal tahun ini, berhasil merebut wilayah selatan Libya yang kaya akan ladang minyak.***