JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menambah waktu penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 12 jam dari batas waktu sebelumnya. Putusan itu dibacakan majelis hakim konstitusi di sidang putusan uji materi atau Judicial Review yang digelar Kamis (28/3/2019) di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Dikutip dari suara.com, MK memutuskan, pemungutan suara tetap dimulai pukul 07.00 WIB dan berakhir pukul 13.00. Namun penghitungan suara yang sebelumnya harus selesai pukul 24.00, diperpanjang hingga pukul 12.00 keesokan harinya atau ditambah waktunya 12 jam.

''Dalam pertimbangan dalam uji materi, majelis hukum konstitusi memutuskan menambah waktu 12 jam setelah hari pemungutan suara,'' ujar hakim MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat (28/3/2019).

Waktu 12 jam tambahan tersebut disampaikan majelis hakim berdasarkan hasil judicial review. Pemohon uji materi mengajukan agar menambah waktu selama satu hari setelah hari pemungutan suara.

''12 jam dari MK-nya, kita ajukan sehari setelah hari pemungutan,'' ujar Perwakilan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini

Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi melakukan uji materi atau judicial review Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Sidang konstitusi ini dipimpin oleh Anwar Usmar. Majelis Hakim Konstitusi pada sidang ini diantaranya adalah Wahduddin Adams, Arief Hidayat, Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra, I Gede Dewa Palgana, Enny Nurbaningsih, dan Manahan MP Sitompul.

Pasal 383 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatakan, penghitungan suara di TPS/TPS Luar Negeri dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir. Penghitungan suara tersebut dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara.

Judicial review diminta kepada MK dengan pemohon diantaranya adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.***