LOMBOK - Meski penyandang tunarungu dan baru berusia 12 tahun, Taufik mampu melakukan aksi heroik. Bocah tangguh ini berhasil menyelamatkan 22 wisatawan asal Malaysia saat bencana longsor di kawasan wisata air terjun Tiu Kelep, Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat pada Minggu (17/3/2019).

Dikutip dari grid.id, Taufik berhasil mengevakuasi para wisatawan tersebut untuk keluar dari lokasi bencana yang disebabkan oleh gempa bermagnitudo 5,8.

Di usianya yang masih belia, Taufik ternyata sudah berprofesi sebagai pemandu wisata alias guide cilik. Pekerjaan yang terpaksa dijalaninya.

Keadaan ekonomi keluarganya memaksa bocah penyandang tunarungu ini menjadi tulang punggung keluarga dengan menghabiskan masa kanak-kanaknya memandu para wisatawan di Tiu Kelep.

Taufik dan keluarga hidup dalam keterbatasan dan kekurangan. Dia tinggal di gubuk sederhana bersama nenek dan tiga sepupunya.

Pada Sabtu (23/3/2019) sore, Taufik baru saja menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB. Dia diantar menggunakan ambulans menuju Desa Senaru, lokasi tempat tinggalnya.

Dia berbincang dengan para kru dan jurnalis yang turut serta hendak ke rumahnya dengan bahasa isyarat dipandu Renawadi, saudara sepupu Taufik atau kakak dari Tomi Albayani (14).

Tomi adalah salah satu sepupunya yang meninggal dunia karena tertimpa longsoran batu besar di Tiu Kelep bersama 2 wisatawan Malaysia lainnya, Tai Siew Kim dan Lim Sai Wah.

Sore itu, Taufik tampak sumringah. Dia membawa lima durian. Taufik mengaku tak sabar segera sampai rumahnya. Sesekali, dia menyesalkan hujan tak kunjung reda.

''Tadi dia beli (durian) sebelum tiba di Bayan. Dia suka berbagi. Semua orang mau dia kasih apa yang dia suka dan makan, perhatian orangnya,'' tutur Renawadi.

Begitu turun dari ambulans, dia langsung menjumpai neneknya, Siranim. Dia lalu membuka durian kesukaannya bersama teman-teman sebayanya yang sudah berkumpul.

Tak banyak durian disantap Taufik. Dia malah memanggil siapa saja yang melintas untuk mencicipi durian yang dibawanya.

Dengan bahasa isyarat, Taufik mengungkapkan rasa bahagianya.

Kebiasaan yang selalu disukai warga dan kawan-kawan sebaya Taufik adalah kesukaan bocah ini berbagi apa saja yang dimilikinya kepada orang lain meskipun dengan bahasa isyarat.

Namun, semua orang di kampungnya memahami dan mengerti apa yang disampaikan Taufik meski tanpa kata-kata

''Kita harus membahasakan dengan bahasa isyarat, apa pun itu. Taufik sama sekali tidak bisa mendengar. Dia lahir tanpa daun telinga, itu yang menyebabkan dia tak mendengar apa pun, dan jadi tidak bisa bicara,'' ungkap Renawadi.***