JAKARTA - Calon presiden (Capres) nomor urut 01 Joko Widodo dinilai menunjukkan psikologis merasa akan kalah pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Penilaian itu dilontarkan budayawan dan tokoh Betawi, Ridwan Saidi, dalam diskusi bertajuk 'Jelang Pilpres Jokowi Blunder dan Panik?' yang digelar di Seknas Prabowo-Sandiaga, Jalan Hos Cokroaminoto No 93, Menteng, Jakarta, Selasa (12/2), seperti dikutip dari merdeka.com.

Penilaiannya itu, kata Saidi, muncul setelah melihat sejumlah indikasi, diantaranya dilakukannya pemenjaraan terhadap sejumlah pengkritik pemerintah.

''Yang kayak begini sebenarnya ini adalah psikologi orang yang sudah mengerti akan kalah. Apalagi Amien Rais, Pak Prabowo, diancam bakal ada penangkapan-penangkapan nah itu dia takut,'' ujar Ridwan.

Ridwan bercerita saat dirinya dulu mengikuti pemilu di zaman Orde Baru bersama PPP. Menurutnya, kala itu, Partai Golkar sebagai lawan politiknya tidak sampai melakukan hal-hal yang dilakukan rezim sekarang.

''Golkar dulu tidak panik, karena dia tidak mungkin membendung saya di DKI, dia biarkan kita menang, enggak ada lagi yang bisa dia lakukan. Aceh menang, Kalimantan Selatan menang, baru dia jagain yang lain-lain,'' ungkapnya.

Menurutnya, saat ini Jokowi sebagai petahana tak bisa menjaring suara di setiap daerah. Ridwan melihat hampir di setiap daerah yang disasar petahana saat ini menjadi basis Prabowo-Sandi. Dia mengibaratkan situasi petahana sekarang terjebak dalam taktik sepakbola khas Brazil yaitu Joga Bonito.

''Nah ini dia mau jaga mana mau ke mana kita pergi di situ ada Prabowo-Sandi kok. Susah. Jadi dia itu menghadapi Joga Bonito zaman Romario Faria (pemain bola Brazil). Dia mau jaga satu ada Bebeto, dia mau jaga Bebeto ada Dunga, jadi susah. Mereka ini susah. Jadi satu permainan cantik Joga bonito zaman itu. Nah ini sekarang begitu yang dia alami,'' ungkapnya.

Lebih lanjut, Ridwan berharap kepada pemerintahan Jokowi berhenti melakukan penangkapan kepada pihak yang melakukan kritik. Ridwan ingin Pilpres disikapi santai layaknya pertandingan yang wajar.

''Kalau pertandingan itu ada yang kalah ada menang ya kan. Enggak usah apa namanya berimbas seperti ini nanti ada penilaian Komnas HAM internasional kok begini-begini amat sih pemilu di Indonesia lawannya enggak boleh menang jangan begitu lah,'' tandasnya.***