JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen, LBH Pers, YLBHI dan FPMJ akan menggelar aksi di Taman Aspirasi, kawasan Monas, Jakarta Pusat, hari ini, Jumat (25/1), unntuk mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan remisi terhadap dalang pembunuhan jurnalis. Dikutip dari republika.co.id Koordinator Aksi, Prima Gumilang, menyayangkan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Kepres No.29/2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara. Ia menyoroti dalang pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa yaitu I Nyoman Susrama jadi salah satu dari 115 terpidana yang menerima remisi. Susrama mendapat pemotongan masa hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.

''Keputusan itu akan berimplikasi langsung pada iklim kebebasan pers di Indonesia. Para pelaku tindak kekerasan terhadap jurnalis seperti mendapat angin segar,'' katanya dalam keterangan resmi.

Ia menyayangkan pemberian remisi tersebut. Padahal ia sudah mengapresiasi penegakan hukum pada kasus pembunuhan itu. Di sisi lain, kasus pembunuhan jurnalis lainnya masih belum terselesaikan hingga kini.

''Terlebih lagi, kasus pembunuhan Prabangsa menjadi satu-satunya yang diselesaikan sampai tuntas oleh Kepolisian. Pemerintah masih punya hutang delapan kasus pembunuhan jurnalis yang belum terungkap sampai saat ini,'' ujarnya.

Gelombang protes juga muncul di berbagai daerah. Ketua AJI Tanjungpinang Jailani, di Tanjungpinang, Jumat, mengatakan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018 memicu kekecewaan komunitas pers karena memberikan remisi kepada Susrama.

''Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringanan hukuman tersebut. Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya oleh Prabangsa di Harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya,'' katanya, didampingi Sekretaris AJI Tanjungpinang Sutana.

Terkait permasalahan itu, Jailaini menegaskan aktivis AJI Tanjungpinang akan menyampaikan aspirasi di Lapangan Pamedan Tanjungpinang pada Jumat ini. Kebijakan remisi mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tetapi jurnalis di Indonesia.

''Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia. AJI menilai, tidak diadili pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut,'' katanya pula.

Sutana mengemukakan pula, fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana. Susrama juga sudah dihukum ringan, karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.

Berdasarkan data AJI, kata dia, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut.

Delapan kasus lainnya belum tersentuh hukum. Delapan kasus itu, antara lain Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum, dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susrama dengan vonis penjara seumur hidup.

Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum 5 tahun hingga 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya sembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010. ***