PALOPO - Dinas Pendidikan (Disidik) Kota Palopo, Sulawesi Selatan, memaksa Negeri (SDN) 12 Langkanae mengeluarkan 36 siswa baru karena nekat menerima siswa melebihi kuota yang telah ditetapkan. Dikutip dari tribunnews.com, orangtua dari puluhan siswa yang dikeluarkan tersebut melakukan protes keras kepada pihak sekolah, dengan mendatangi kantor Disdik Kota Palopo.

Jumita Jamil, salah satu orangtua siswa mengatakan, tindakan sekolah akan memengaruhi psikologis anak. Mereka tak mau lagi sekolah karena malu.

''Anak kami sudah sekolah 2 hari, kami juga sudah bayar Rp240.000 untuk 2 pasang baju yaitu baju batik dan pakaian olahraga,'' kata Jumita, Kamis (19/7/2018).

''Seandainya memang tidak diterima tidak ada masalah bagi kami, tapi mereka sudah 2 hari belajar. Kalaupun mereka dipindahkan kami tidak setuju karena akan berdampak pada psikologis anak kami,'' tambahnya.

Orangtua murid lainnya, Nurcahya mengaku sudah memasukkan berkas surat-surat pendaftaran yang masih asli dan masih ditahan pihak sekolah.

Sementara anaknya dikeluarkan dari sekolah tanpa diketahui penyebabnya. ''Alasan dikeluarkan tidak jelas. Cuma katanya tidak diterima dari Dinas Pendidikan karena melebihi kapasitas,'' katanya.

''Sedangkan anak saya umurnya 7 tahun. Saya juga sudah serahkan akta kelahiran dan kartu keluarga asli yang masih ditahan sama kepala sekolah,'' ujarnya.

''Bahkan tadi pagi saya bawa anak saya untuk belajar tapi hanya disepelekan di sana,'' sambungnya.

Kepala Disdik Kota Palopo, Asir Mangopo menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Palopo, jumlah rombongan belajar (Rombel) per kelas sebanyak 26 siswa.

Untuk penerimaan siswa baru berbasis online ditetapkan sebanyak 10 dari 65 SD di Palopo.

''Jadi mereka bukan dikeluarkan tetapi dialihkan ke SD yang belum memenuhi kuota, karena aturan Pemerintah Kota Palopo hanya membolehkan 3 rombongan belajar persekolah dengan jumlah siswa hanya 84 di SD 12 Langkanae,'' ucapnya.

''Namun di sekolah tersebut melakukan penerimaan siswa melebihi ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Palopo sehingga pihak sekolah terpaksa mengeluarkan mereka yang diterima tidak melalui jalur online,'' imbuhnya.

Asir menambahkan, dari 55 sekolah di Palopo yang tidak berbasis online masih membutuhkan 906 murid.

''Solusi yang kami tawarkan saat ini, mereka yang dikeluarkan akan kami pindahkan ke sekolah lain. Intinya mereka tetap bisa bersekolah kembali,'' tuturnya.

Terkait dengan adanya pembayaran sebesar Rp 240.000 permurid, pihaknya tidak mengetahui hal tersebut.

''Soal pembayaran itu, saya tidak tahu dan saya akan cari tahu pembayaran apa. Jika terbukti maka kami akan berikan sanksi dan jika itu pungli ya akan berhubungan dengan aparat,'' pungkasnya.***