JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang mantan narapidana (napi) korupsi mencalonkan diri jadi anggota legislatif (mencaleg).

Sebab menurutnya, konstitusi menjamin hak para mantan napi korupsi tersebut untuk mencaleg. Jokowi menyarankan kepada KPU, memberikan tanda kepada para caleg yang merupakan mantan napi korupsi.

''Kalau saya, itu hak. Hak seseorang untuk berpolitik. Tapi KPU bisa saja mungkin membuat aturan. Misalnya boleh ikut tapi diberi tanda 'mantan koruptor','' kata Jokowi di Universitas Uhamka, Jakarta Timur, Selasa (29/5), seperti dikutip dari merdeka.com.

Jokowi mempersilakan KPU untuk mengkaji kembali. ''Itu ruangnya KPU. Wilayahnya wilayahnya KPU,'' ungkap Jokowi.

Diketahui sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengungkapkan, rancangan peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan anggota legislatif akan segera ditetapkan. Termasuk poin yang melarang mantan narapidana korupsi ikut menjadi caleg.

''Kan ini masih rapat konsultasi sama DPR. Nah kalau sudah selesai mungkin KPU butuh dua tiga hari buat rapikan semuanya. Buat yakinkan dasar-dasar yang menjadi pembuatan pasal itu, kalau sudah firm yakin, kirim ke Kemenkumham. Ya butuh dua-tiga hari,'' ucap Arief di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu, 23 Mei 2018.

Arief menegaskan, dalam draf PKPU itu, pihaknya masih memasukkan poin larangan eks napi korupsi untuk menjadi caleg. Meskipun, telah ditolak oleh DPR, Bawaslu, dan Kemendagri di dalam rapat dengar pendapat pada Selasa, 22 Mei 2018.

''Sampai hari ini masih tetap begitu ya bertahan tetap larang,'' kata Arief.

Arief mengaku tak khawatir jika aturan tersebut digugat ke Mahkamah Agung (MA). Sebab, menurutnya, setiap aturan pada dasarnya dapat digugat.

''Jangankan yang diperdebatkan, yang enggak didebatkan saja digugat. Ya enggak apa-apa. KPU juga nanti dalam membuat aturannya harus hati-hati. Benar enggak ada dasar regulasinya. Sebab, setiap saat banyak pihak akan menggugat aturan PKPU,'' ucap dia.***